MATERI PEMBELAJARAN TEKS EKSPLANASI
Kompetensi Dasar
3.3 Mengidentifikasi gosip (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks ekplanasi mulut dan tulis
4.3 Mengkonstruksi gosip (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks eksplanasi secara mulut dan tulis
3.4 Menganalisis struktur dan kebahasaan teks eksplanasi
4.4 Memproduksi teks eksplanasi secara mulut atau tulis dengan memerhatikan struktur dan kebahasaan
Ringkasan Materi
1. Mengidentifikasi Informasi dalam Teks eksplanasi
Teks eksplanasi sanggup disamakan dengan teks yang menceritakan mekanisme atau proses terjadinya sesuatu. Dengan teks tersebut, pembaca sanggup memperoleh pemahaman mengenai latar belakang terjadi sesuatu secara terang dan logis. Teks eksplanasi memakai banyak fakta dan pernyataan-pernyataan yang mempunyai korelasi karena akhir (kausalitas). Namun, sebab-sebab ataupun akibat-akibat itu berupa sekumpulan fakta berdasarkan penulisnya.
Akhir-akhir ini demonstrasi kerap terjadi di hampir setiap waktu dan terjadi di aneka macam tempat. Bahkan, demonstrasi sudah menjadi fenomena yang lumrah di tengah-tengah masyarakat kita. Menanggapi fenomena tersebut, seorang kepala kawasan menyatakan bahwa penyebab demonstrasi dan anarkisme tidak lain ialah faktor laparnya masyarakat. Lantas ia mencontohkan rakyat Malaysia dan Brunei yang adem ayem, karena kesejahteraan mereka terpenuhi maka demonstrasi di negara-negara itu jarang terjadi.
Tentu saja komentar tersebut menyulut reaksi para mahasiswa. Mereka memprotes dan meminta sang bupati mencabut kembali pernyataannya. Para mahasiswa tidak terima dan tidak merasa mempunyai motif serendah itu. Mereka berpendirian bahwa demonstrasi yang biasa mereka lakukan murni untuk memperjuangkan kebenaran dan melawan kemunkaran yang terjadi di hadapannya.
Persoalannya kemudian, pendapat manakah yang benar; sang bupati atau pihak mahasiswa ataupun komponen-komponen masyarakat lainnya? Barangkali logika sang bupati dikaitkan dengan kebiasaan bayi atau anak kecil yang memang begitu adanya. Kalau seorang bayi merasa lapar, ia akan ngamuk: menangis dan meronta-ronta. Namun, apabila logika sang bupati dibawa pada konteks yang lebih luas, jelaslah tidak relevan, contohnya membandingkan dengan kondisi rakyat di Malaysia ataupun Brunei yang adem-ayem, tidak menyerupai halnya rakyat Indonesia yang gampangan.
Demonstrasi massa tidak selalu disebabkan oleh urusan perut, bahkan banyak insiden yang sama sekali tidak didasari oleh motif itu. Dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, Abraham Maslow membaginya ke dalam beberapa tingkatan. Kebutuhan yang paling fundamental ialah makan dan minum. Sementara itu, yang paling puncak ialah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Namun demikian, pada umumnya demonstrasi massa justru lebih didasari oleh kebutuhan tingkatan final itu. Masyarakat berdemonstrasi karena membutuhkan ratifikasi dari pemerintah ataupun pihak-pihak lain semoga hak-hak dan eksistensi mereka diakui. Oleh karena merasa dibiarkan, hak-haknya diingkari, bahkan dinistakan, kemudian mereka berusaha untuk memberikan jati dirinya dengan cara berdemonstrasi.
Banyak fakta sanggup membuktikannya. Demonstrasi massa pada awalawal reformasi di negeri ini pada tahun 1997-1998, bukan dilakukan oleh rakyat miskin ataupun orang-orang lapar. Justru hal itu dilakukan oleh warga dari kalangan menengah ke atas, dalam hal ini ialah mahasiswa dan golongan intelektual. Belum lagi jikalau merujuk pada kasus-kasus yang terjadi di luar negeri. Dalam bermacam-macam sekala (besar atau kecil), demonstrasi bukan hal asing lagi bagi negara-negara Eropa. Demonstrasi yang mereka lakukan sudah barang tentu tidak didorong oleh kondisi perut yang lapar karena mereka pada umumnya dalam kondisi yang sangat makmur.
Perbandingan yang cukup kontras dengan melihat insiden terbaru di Kora Utara. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, saat Kim Jong-Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar mayat pimpinannya ke liang lahat. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat bersahabat di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di aneka macam
pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melaksanakan demonstrasi: hanya satudua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melaksanakan hal itu ialah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur.
Dengan fakta-fakta semacam itu, nyatalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama untuk terjadinya gelombang demonstrasi. Akan tetapi, fenomena tersebut lebih disebabkan oleh kemampuan berpikir kritis dari warga masyarakat. Mereka tahu akan hak-haknya, mengerti pula bahwa di sekitarnya telah terjadi pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Mereka kemudian melaksanakan protes dan memberikan sejumlah tuntutan.
Apabila faktor-faktor itu tidak ada di dalam diri mereka, apapun yang terjadi di sekitarnya, mereka akan menyerupai kerbau dicocok hidung: manggutmanggut dan berkata “ya” pada apapun tindakan dari impinannya meskipun menyimpang, dan bahkan menzalimi mereka sendiri.
(Sumber: Kosasih).
Tentu saja komentar tersebut menyulut reaksi para mahasiswa. Mereka memprotes dan meminta sang bupati mencabut kembali pernyataannya. Para mahasiswa tidak terima dan tidak merasa mempunyai motif serendah itu. Mereka berpendirian bahwa demonstrasi yang biasa mereka lakukan murni untuk memperjuangkan kebenaran dan melawan kemunkaran yang terjadi di hadapannya.
Persoalannya kemudian, pendapat manakah yang benar; sang bupati atau pihak mahasiswa ataupun komponen-komponen masyarakat lainnya? Barangkali logika sang bupati dikaitkan dengan kebiasaan bayi atau anak kecil yang memang begitu adanya. Kalau seorang bayi merasa lapar, ia akan ngamuk: menangis dan meronta-ronta. Namun, apabila logika sang bupati dibawa pada konteks yang lebih luas, jelaslah tidak relevan, contohnya membandingkan dengan kondisi rakyat di Malaysia ataupun Brunei yang adem-ayem, tidak menyerupai halnya rakyat Indonesia yang gampangan.
Demonstrasi massa tidak selalu disebabkan oleh urusan perut, bahkan banyak insiden yang sama sekali tidak didasari oleh motif itu. Dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, Abraham Maslow membaginya ke dalam beberapa tingkatan. Kebutuhan yang paling fundamental ialah makan dan minum. Sementara itu, yang paling puncak ialah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Namun demikian, pada umumnya demonstrasi massa justru lebih didasari oleh kebutuhan tingkatan final itu. Masyarakat berdemonstrasi karena membutuhkan ratifikasi dari pemerintah ataupun pihak-pihak lain semoga hak-hak dan eksistensi mereka diakui. Oleh karena merasa dibiarkan, hak-haknya diingkari, bahkan dinistakan, kemudian mereka berusaha untuk memberikan jati dirinya dengan cara berdemonstrasi.
Banyak fakta sanggup membuktikannya. Demonstrasi massa pada awalawal reformasi di negeri ini pada tahun 1997-1998, bukan dilakukan oleh rakyat miskin ataupun orang-orang lapar. Justru hal itu dilakukan oleh warga dari kalangan menengah ke atas, dalam hal ini ialah mahasiswa dan golongan intelektual. Belum lagi jikalau merujuk pada kasus-kasus yang terjadi di luar negeri. Dalam bermacam-macam sekala (besar atau kecil), demonstrasi bukan hal asing lagi bagi negara-negara Eropa. Demonstrasi yang mereka lakukan sudah barang tentu tidak didorong oleh kondisi perut yang lapar karena mereka pada umumnya dalam kondisi yang sangat makmur.
Perbandingan yang cukup kontras dengan melihat insiden terbaru di Kora Utara. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, saat Kim Jong-Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar mayat pimpinannya ke liang lahat. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat bersahabat di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di aneka macam
pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melaksanakan demonstrasi: hanya satudua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melaksanakan hal itu ialah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur.
Dengan fakta-fakta semacam itu, nyatalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama untuk terjadinya gelombang demonstrasi. Akan tetapi, fenomena tersebut lebih disebabkan oleh kemampuan berpikir kritis dari warga masyarakat. Mereka tahu akan hak-haknya, mengerti pula bahwa di sekitarnya telah terjadi pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Mereka kemudian melaksanakan protes dan memberikan sejumlah tuntutan.
Apabila faktor-faktor itu tidak ada di dalam diri mereka, apapun yang terjadi di sekitarnya, mereka akan menyerupai kerbau dicocok hidung: manggutmanggut dan berkata “ya” pada apapun tindakan dari impinannya meskipun menyimpang, dan bahkan menzalimi mereka sendiri.
(Sumber: Kosasih).
Teks di atas terdiri atas paragraf-paragraf yang merupakan paparan perihal akhir karena maraknya demonstrasi di tengah-tengah masyarakat. Teks itu pun sanggup dikelompokkan sebagai teks eksplanasi. Dari teks semacam itu diperlukan para pembaca sanggup memahami proses berlangsungnya suatu insiden yang bersifat kausalitas dengan sejelasjelasnya.
Dalam teks eksplanasi, penulis memakai banyak fakta yang fungsinya sebagai penyebab atau akhir terjadinya suatu peristiwa. Bahkan, sanggup dikatakan bahwa teks eksplanasi hampir semuanya berupa fakta.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali paragraf pertama di atas. Paragraf tersebut dibuat oleh empat buah kalimat yang semuanya berupa fakta .
Dalam teks eksplanasi, penulis memakai banyak fakta yang fungsinya sebagai penyebab atau akhir terjadinya suatu peristiwa. Bahkan, sanggup dikatakan bahwa teks eksplanasi hampir semuanya berupa fakta.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali paragraf pertama di atas. Paragraf tersebut dibuat oleh empat buah kalimat yang semuanya berupa fakta .
Kalimat | Keterangan |
1. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, saat Kim Jong Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar mayat pimpinannya ke liang lahat. | fakta |
2. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat bersahabat di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di aneka macam pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melaksanakan demonstrasi: hanya satu-dua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melaksanakan hal itu ialah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur. | fakta |
Contoh 2
Kalau memang sudah terkena anemia, jenis-jenis asupan alamiah menyerupai dari makanan, sudah tak mudah lagi. Ini disebakan, kuliner berzat besi perlu dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan itu tak memungkinkan. Makanya, asupan zat besi perlu ditambahkan hingga anemianya terkoreksi.. Biasanya, mereka merasa kembali sehat saat sehari-dua sesudah mengkonsumsi asupan zat besi. Namun, itu menghilangkan gejalanya saja. Padahal, penyakitnya masih ada sewaktuwaktu bisa muncul kembali. Oleh karena itu, semoga anemia terkoreksi, dibutuhkan zat besi yang cukup sebagai cadangan di dalam tubuh. Cadangan zat besi itu berkhasiat untuk mengganti sel darah merah yang hilang. Biasanya, asupan itu terus dikonsumsi selama satu-tiga bulansampai anemianya terkoreksi betul.
Teks tersebut tergolong ke dalam bentuk teks eksplanasi. Di dalamnya tergambar suatu paparan proses. Teks tersebut memaparkan secara kausalitas perihal proses penyembuhan penyakit anemia. Pembacanya pun memperoleh pemahaman yang sangat terang perihal cara-cara penyembuhan penyakit itu. Dengan pola di atas, teks yang menjelaskan suatu proses, urutan acara yang bersifat kausalitas, sanggup digolongkan ke dalam teks eksplanasi.
Rujukan
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indoneisa SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya
Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas XI Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Suherli, dkk. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas XI Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Baca Juga
1. Struktur Teks Eksplanasi Klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
2. Ciri Kebahasaan Teks Eksplanasi klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
3. Menulis Teks Eksplanasi Klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
Baca Juga
1. Struktur Teks Eksplanasi Klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
2. Ciri Kebahasaan Teks Eksplanasi klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
3. Menulis Teks Eksplanasi Klik /search?q=sruktur-teks-eksplanasi
0 Response to "Mengidentifikasi Warta Dalam Teks Eksplanasi"