Dusta merupakan perbuatan yang tak lagi susah dijumpai. Dengan banyak alasan, dusta pun dihalalkan demi melancarkan urusan. Sejatinya, dusta sebenarnya sudah merupakan hal yang tidak boleh dalam semua kebudayaan. Bahkan, masyarakat Jahiliah pun menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan yang rendah. Sebaliknya, orang yang jujur dan amanah mereka anggap sebagai orang yang mempunyai kemuliaan.
Maka dari itu, Islam mengukuhkan haramnya dusta dan menciptakan koridor serta peraturan yang baku mengenainya. Hal ini merupakan realisasi agama Islam sebagai agama yang mengajarkan adab mulia, sebagai anutan yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi sekalian alam).
Apakah Dusta
Dusta ialah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan verbal secara tegas maupun dengan kode menyerupai menggelengkan kepala atau mengangguk.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan dusta sebagai salah satu tanda kemunafikan. Beliau bersabda yang artinya,
“Tanda orang yang munafik ada tiga: kalau berkata dia dusta, kalau berjanji dia ingkari, dan kalau diamanahi dia khianati.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim].
Dusta Yang Diperbolehkan Dan Yang Tidak Diperbolehkan
Secara asalnya, semua dusta terlarang dalam Islam. Namun, sebagai agama pertengahan yang tidak berlebihan dan mengurang-ngurangi, Islam mempunyai pengecualian dalam berdusta. Karena, terkadang berdusta diperlukan pada waktu-waktu tertentu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan dispensasi untuk berdusta dalam tiga keadaan: untuk memperbaiki kekerabatan antara suami istri, memperbaiki kekerabatan antara dua orang, dan kebohongan dalam peperangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal berdusta kecuali pada tiga keadaan: seorang pria berbicara kepada istrinya, dusta dalam peperangan, dan dusta untuk memperbaiki kekerabatan antara manusia.” [H.R. At-Tirmidzi dari Asma` binti Yazid Radhiyallahu ‘anha, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah]. Para ulama setuju bolehnya berdusta pada tiga keadaan ini.
Lalu bagaimana dengan dusta untuk bergurau? Apakah termasuk yang dikecualikan? Jawabannya terkandung dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Celaka orang yang berbicara kemudian berdusta untuk menciptakan tertawa manusia, celakalah ia, celakalah ia.” [H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari sahabat Mu’awiyah bin Haidah z, derajat hadits ini hasan berdasarkan Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Meninggalkan dusta meskipun hanya gurauan ialah kesempurnaan iman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang maknanya,
“Seorang hamba tidak beriman secara tepat sampai dia meninggalkan dusta meskipun hanya bergurau.” [H.R. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah mengatakan, “Derajat hadits ini shahih lighairih” di dalam kitab Shahih At-Targhib].
Bagaimana dengan berdusta kepada seorang anak? Meskipun hanya berdusta kepada anak kecil supaya tiba kepadanya, hal itu tidak diperbolehkan di dalam agama Islam. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Barangsiapa menyampaikan kepada seorang anak, ‘Ke sini nak, saya beri kamu.’ Lalu dia tidak memberinya, maka ini ialah sebuah kedustaan.” [H.R. Ahmad, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Bercanda Boleh, Tapi …
Lantas, apakah bercanda tidak boleh dalam Islam? Jawabannya adalah: tidak. Bercanda aturan asalnya boleh, terkadang menjadi sunah kalau ada maslahatnya menyerupai mengakrabi seseorang dan menghangatkan suasana ukhuwah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bercanda bersama sahabatnya. Namun, tentu candaan dia berada di dalam koridor adat Islam. Berikut ini ialah beberapa adat dalam bercanda:
1.Tidak berdusta.
2.Tidak menakut-nakuti, menyerupai menyembunyikan barang sahabat supaya dikira hilang, mengunci temannya di dalam kamar, dan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,
“Janganlah seseorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya baik bergurau atau serius. Barangsiapa mengambilnya, hendaknya dia kembalikan.” [H.R. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
3.Tidak menjelek-jelekkan teman.
4.Tidak dibumbui ghibah (membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada di daerah tersebut).
5.Jangan terlalu sering. Ulama menyampaikan bersama-sama terlalu sering tertawa menjadikan kebodohan dan kedunguan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan,
“Janganlah banyak bercanda alasannya ialah bercanda mematikan kalbu.” [H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Inilah aturan Islam yang mulia, tidak meninggalkan satu pun perikehidupan kecuali telah diatur dengan indah. Demikianlah, Islam telah disempurnakan oleh Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil sebelum mewafatkan Rasul-Nya. Allahu a’lam bish shawab.
Maka dari itu, Islam mengukuhkan haramnya dusta dan menciptakan koridor serta peraturan yang baku mengenainya. Hal ini merupakan realisasi agama Islam sebagai agama yang mengajarkan adab mulia, sebagai anutan yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi sekalian alam).
Apakah Dusta
Dusta ialah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan verbal secara tegas maupun dengan kode menyerupai menggelengkan kepala atau mengangguk.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan dusta sebagai salah satu tanda kemunafikan. Beliau bersabda yang artinya,
“Tanda orang yang munafik ada tiga: kalau berkata dia dusta, kalau berjanji dia ingkari, dan kalau diamanahi dia khianati.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim].
Dusta Yang Diperbolehkan Dan Yang Tidak Diperbolehkan
Secara asalnya, semua dusta terlarang dalam Islam. Namun, sebagai agama pertengahan yang tidak berlebihan dan mengurang-ngurangi, Islam mempunyai pengecualian dalam berdusta. Karena, terkadang berdusta diperlukan pada waktu-waktu tertentu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan dispensasi untuk berdusta dalam tiga keadaan: untuk memperbaiki kekerabatan antara suami istri, memperbaiki kekerabatan antara dua orang, dan kebohongan dalam peperangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal berdusta kecuali pada tiga keadaan: seorang pria berbicara kepada istrinya, dusta dalam peperangan, dan dusta untuk memperbaiki kekerabatan antara manusia.” [H.R. At-Tirmidzi dari Asma` binti Yazid Radhiyallahu ‘anha, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah]. Para ulama setuju bolehnya berdusta pada tiga keadaan ini.
Lalu bagaimana dengan dusta untuk bergurau? Apakah termasuk yang dikecualikan? Jawabannya terkandung dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Celaka orang yang berbicara kemudian berdusta untuk menciptakan tertawa manusia, celakalah ia, celakalah ia.” [H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari sahabat Mu’awiyah bin Haidah z, derajat hadits ini hasan berdasarkan Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Meninggalkan dusta meskipun hanya gurauan ialah kesempurnaan iman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang maknanya,
“Seorang hamba tidak beriman secara tepat sampai dia meninggalkan dusta meskipun hanya bergurau.” [H.R. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah mengatakan, “Derajat hadits ini shahih lighairih” di dalam kitab Shahih At-Targhib].
Bagaimana dengan berdusta kepada seorang anak? Meskipun hanya berdusta kepada anak kecil supaya tiba kepadanya, hal itu tidak diperbolehkan di dalam agama Islam. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ قَالَ لِصَبِيٍّ تَعَالَ هاَكَ ثُمَّ لَمْ يُعْطِهِ فَهِىَ كَذْبَةٌ
“Barangsiapa menyampaikan kepada seorang anak, ‘Ke sini nak, saya beri kamu.’ Lalu dia tidak memberinya, maka ini ialah sebuah kedustaan.” [H.R. Ahmad, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Bercanda Boleh, Tapi …
Lantas, apakah bercanda tidak boleh dalam Islam? Jawabannya adalah: tidak. Bercanda aturan asalnya boleh, terkadang menjadi sunah kalau ada maslahatnya menyerupai mengakrabi seseorang dan menghangatkan suasana ukhuwah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bercanda bersama sahabatnya. Namun, tentu candaan dia berada di dalam koridor adat Islam. Berikut ini ialah beberapa adat dalam bercanda:
1.Tidak berdusta.
2.Tidak menakut-nakuti, menyerupai menyembunyikan barang sahabat supaya dikira hilang, mengunci temannya di dalam kamar, dan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,
“Janganlah seseorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya baik bergurau atau serius. Barangsiapa mengambilnya, hendaknya dia kembalikan.” [H.R. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
3.Tidak menjelek-jelekkan teman.
4.Tidak dibumbui ghibah (membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada di daerah tersebut).
5.Jangan terlalu sering. Ulama menyampaikan bersama-sama terlalu sering tertawa menjadikan kebodohan dan kedunguan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan,
“Janganlah banyak bercanda alasannya ialah bercanda mematikan kalbu.” [H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rahimahullah].
Inilah aturan Islam yang mulia, tidak meninggalkan satu pun perikehidupan kecuali telah diatur dengan indah. Demikianlah, Islam telah disempurnakan oleh Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil sebelum mewafatkan Rasul-Nya. Allahu a’lam bish shawab.
Oleh : Ustadz Abdurrahman
Sumber : Majalah Tashfiyah
0 Response to "Dusta Dalam Canda"