Latest News

Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan Tanpa Udzur

“Aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung verbal mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka yaitu orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya.” (HR. al-Baihaqi no. 8006)


Puasa Ramadhan merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada orang-orang yang beriman yang bertujuan Agar mereka menjadi manusia yang bertakwa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kau berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kau Agar kau bertakwa.”[1]

Selain itu, puasa ramadhan juga merupakan Keliru satu rukun Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَان

“Islam dibangun di atas lima (perkara); Bersaksi bahwa tiada yang kuasa melainkan Allah dan Muhammad yaitu utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji dan puasa di bulan Ramadan.”[2]

Maka barangsiapa meninggalkan kewajiban puasa ramadhan tanpa udzur, maka dia telah melaksanakan suatu dosa yang sangat besar. al-Imam Ibnu Hajar al-Haitsami rahimahullah berkata:

الكبيرة الأربعون والحادية والأربعون بعد المائة: ترك صوم يوم من أيام رمضان، والإفطار فيه بجماع أو غيره، بغير عذر، من نحو مرض أو سفر

“Dosa besar yang ke 140 dan 141 yaitu meninggalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan, atau merusak puasanya dengan jima’ atau lainnya, tanpa ada udzur menyerupai sebab sakit, bepergian atau semacamnya.”[3]

al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata:

وعند المؤمنين مقرر أن من ترك صوم رمضان بلا مرض ولا غرض أنه شر من الزاني ومدمن الخمر ، بل يشكون في إسلامه ويظنون به الزندقة والانحلال .

“Telah menjadi suatu ketetapan bagi orang-orang yang beriman bahwa barangsiapa meninggalkan puasa Ramadhan tanpa sakit dan tanpa tujuan (yakni tanpa ada udzur yang diperbolehkan), dia lebih jelek dari pezina, pecandu minuman keras. Bahkan diragukan keislamannya dan dituduh dia sebagai zindiq dan atheis.”[4]

Bahkan jikalau hingga mengingkari bakal kewajiban puasa Ramadhan, maka orang tersebut telah kafir dan keluar dari Islam. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

عُرَى الْإِسْلَامِ وَقَوَاعِدُ الدِّينِ ثَلَاثَةٌ عَلَيْهِنَّ أُسِّسَ الْإِسْلَامُ مَنْ تَرَكَ مِنْهُنَّ وَاحِدَةً فَهُوَ بِهَا كَافِرٌ حَلَالُ الدَّمِ : شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَالصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ ، وَصَوْمُ رَمَضَانَ

“Ikatan besar lengan berkuasa Islam dan pondasi agama ada tiga, di atasnya Islam dibangun. Barangsiapa yang meninggalkan Keliru satu darinya, maka dia kafir halal darahnya; Bersaksi bahwa tidak ada yang kuasa melainkan Allah, shalat wajib dan puasa Ramadan.”[5]

Bahkan bahaya yang keras diberikan kepada orang-orang yang meninggalkan puasa tanpa udzur. Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

“Ketika saya sedang tidur, tiba-tiba ada dua pria yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami bakal memudahkannya untukmu”. Maka saya naik. Ketika saya berada di tengah gunung itu, tiba-tiba saya mendengar suara-suara yang keras, maka saya bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian saya dibawa, tiba-tiba saya melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung verbal mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka yaitu orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya.”[6]

Hadits diatas menjelaskan mengenai adzab di neraka bagi orang-orang yang sengaja berbuka puasa sebelum waktunya tanpa udzur, kemudian bagaimana orang yang meninggalkan puasa tanpa udzur? Pasti lebih jelek dari adzab ini. Na’udzubillahi min dzalik.

Selain itu, meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja dan tanpa udzur syar’i, maka sangat besar hukumannya disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’alatidak bakal mendapatkan puasanya walaupun dia mengqadhanya selama setahun, kecuali jikalau Allah subhanahu wa ta’alamenghendaki. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ لَهُ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ الدَّهْرَ كُلَّهُ

“Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhan bukan dengan (alasan) dispensasi yang Allah berikan kepadanya, maka tidak bakal diterima darinya (walaupun dia berpuasa) setahun semuanya.”[7]

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَقِيَ اللَّهَ بِهِ، وَإِنْ صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ

“Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhan dengan tanpa keringanan, dia bertemu Allah dengannya, (maka tidak bakal diterima darinya) walaupun dia berpuasa setahun semuanya, (namun) jikalau Allah menghendaki, Dia bakal mengampuninya, dan jikalau Allah menghendaki, Dia bakal menyiksanya.”[8]

Apakah meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja wajib qadha?

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai aturan seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja, apakah mereka wajib qadha atau tidak. Dalam madzhab asy-Syafi’i dan juga jumhur ulama, seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja dan tanpa udzur yang diperbolehkan maka dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mengqadhanya di hari yang lain tanpa kaffarah. al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

ولا تجب الكفارة في فطر في غير جماع ولا طعام ولا شراب ولا غيره

“Tidak diwajibkan membayar kaffarah bagi seseorang yang membatalkan puasa selain dengan berjima’. Maka membatalkan puasa dengan makan, minum dan selainnya maka tidak wajib membayar kaffarah.”[9]

al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:

قال أصحابنا إذا أفطر الصائم في نهار رمضان بغير الجماع من غيرعذر عامدا مختارا عالما بالتحريم بأن أكل أو شرب أو استعط أو باشر فيما دون الفرج فأنزل أو استمني فأنزل أثم ووجب عليه القضاء وإمساك بقية النهار ولا يلزمه الكفارة العظمي وهى عتق رقبة

“Telah berkata para ulama madzhab asy-Syafi’i: Apabila seorang yang berpuasa Ramadhan berbuka pada siang hari dengan melaksanakan sesuatu selain berjima’ dan tanpa udzur dalam keadaan sengaja, tanpa paksaan dan mengetahui bahwa makan, minum, memasukkan air ke dalam hidung, menyentuh badan perempuan selain kemaluannya (tidak hingga penetrasi) dan keluar mani, onani sehingga keluar mani, maka berdosa dan wajib baginya mengqadha dan menahan semua yang membatalkan puasa di sisa waktu siang harinya hingga terbenamnya matahari dan tidak wajib baginya kaffarah ‘uzhma yaitu memerdekakan seorang budak.”[10]

Dalil yang melandasi wajibnya qadha bagi yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ

“Barangsiapa yang muntah tanpa disengaja, maka tidak ada qadha' atasnya, dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka ia wajib qadha'.”[11]

Selain itu dalil yang melandasi kewajiban qadha bagi yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja dan tanpa udzur yaitu bersama-sama kaffarah hanya dibebankan kepada seorang yang membatalkan puasa Ramadhan dengan berjima’ saja, maka selain berjima’ dicukupkan dengan mengqadhanya tanpa membayar kaffarah.

Dari banyak sekali klarifikasi diatas, sanggup disimpulkan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja dan tanpa udzur yang diperbolehkan yaitu termasuk dosa besar dan bahaya terberatnya yaitu dimasukan ke dalam neraka dengan kondisi tergantung dengan urat-urat kaki mereka di sebelah atas dan ujung-ujung verbal mereka sobek mengalirkan darah. Na’udzubillahi min dzalik. Seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja dan tanpa udzur yang diperbolehkan, maka dia diwajibkan untuk bertaubat dan mengqadhanya di hari yang lain. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita dari segala perbuatan-perbuatan dosa yang sanggup menjerumuskan kita ke dalam neraka. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] QS. al-Baqarah [2] : 183
[2] HR. al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16
[3]az-Zawajir, Juz 1 hal. 323
[4]al-Kabair, hal. 161
[5] HR. Abu Ya’la no. 2349
[6] HR. al-Baihaqi no. 8006
[7] HR. Ahmad no. 8991
[8] HR. ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf no. 4746
[9] al-Umm, Juz 2 hal. 252
[10] al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdab, Juz 6 hal. 358
[11] HR. Abu Dawud no. 2380, at-Tirmidzi no. 720 dan Ibnu Majah no. 1676


Referensi

  • al-Qur’an al-Karim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qaimaz adz-Dzahabi. al-Kabair. 1424 H. Maktabah al-Furqan Uni Emirat Arab.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Qurasyi al-Muthalibi. al-Umm. 1422 H. Dar al-Wafa’ Manshurah.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali bin Hajar al-Haitami as-Sa’idi al-Anshari. az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair. 1407 H. Dar al-Fikr ath-Thaba'ah.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Bakr ‘Abdurrazaq bin Hammam ash-Shan’ani. al-Mushannaf. 1391 H. al-Maktab al-Islami Beirut.
  • al-Imam Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali al-Baihaqi. as-Sunan al-Kubra. 1424 H. Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut.
  • al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistani. Sunan Abu Dawud. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Ya’la Ahmad bin ‘Ali bin al-Mutsana at-Tamimi al-Maushili. Musnad Abi Ya’la al-Maushili. 1412 H. Dar ats-Tsaqafah al-‘Arabiyyah Beirut.
  • al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi. al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab li Syirazi. Maktabah al-Irsyad Jeddah.

0 Response to "Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan Tanpa Udzur"

Total Pageviews