Latest News

Ogn 2018: Ringkasan Kompetensi Pedagogik Ogn 2018 Dikmen


RINGKASAN MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK 


CAKUPAN MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK OGN 2018 DIKMEN

1. Pemahaman akseptor didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif akseptor didik, prinsip-prinsip kepribadian akseptor didik, dan bekal bimbing awal akseptor didik.

2. Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran: landasan kependi-dikan, teori mencar ilmu dan pembelajaran, taktik pembelajaran berdasarkan karakteristik akseptor didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan taktik yang dipilih.

3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif.

4. Perancangan dan pelaksanaan penilaian pembelajaran: penilaian (assessment) proses dan hasil mencar ilmu secara berkesinambungan dengan banyak sekali metode, analisis hasil penilaian proses dan hasil mencar ilmu untuk menentukan tingkat ketuntasan mencar ilmu (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas jadwal pembelajaran secara umum.

5. Pengembangan potensi akseptor didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan banyak sekali potensi akademik dan nonakademik akseptor didik.

(Dikutip dari Pedoman Pelaksanaan Olimpiade Guru Nasional (OGN) Pendidikan Menengah Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 2018)


RINGKASAN MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK 



Pedagogik  1  : Pemahaman akseptor didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif akseptor didik, prinsip-prinsip kepribadian akseptor didik, dan bekal bimbing awal akseptor didik.



I.     PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

A.    Pengertian

Kognitif atau pemikiran ialah istilah yang digunakan oleh hebat psikologi untuk menjelaskan semua kegiatan mental yang bekerjasama dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009) 



B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Guru harus mengetahui perihal faktor-faktor yang menghipnotis akseptor didik. Yang sangat sentral dalam factor-faktor yang menghipnotis perkembangan kognitif ialah gaya pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, lantaran ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat kuat pada perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan imbas lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)

C.     Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget ialah sebagai berikut.

1.      tahap sensori motor (0–2 tahun)

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan mencar ilmu untuk memakai dan mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka.

2.      tahap pra-operasional (2–7 tahun)

Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten

3.      tahap operasional konkret (7–11 tahun)

Pada tahap Operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).

4.      tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)

Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif. (Doyin, 2015)

II.  PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu: 

 (a) Otot-otot, yang menghipnotis perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; 

(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;

(c) Kelenjar Endokrin, yang mengakibatkan munculnya pola-pola tingkah laris baru, menyerupai pada usia remaja berkembang perasaan bahagia untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;

(d) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.

Seifert dan Hoffnung (1994) beropini perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam badan (seperti : pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam memakai tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).



III.   PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK

Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif akseptor didik, yang tidak kalah penting ialah perkembangan sosial-emosional akseptor didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial ialah pencapaian kematangan dalam korelasi atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses mencar ilmu untuk mengikuti keadaan dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor lebih banyak didominasi yang menghipnotis tingkah laris individu, dalam hal ini termasuk pula sikap belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif menyerupai perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan menghipnotis individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap kegiatan belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak sanggup memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar beliau akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Perkembangan sosio-emosional akseptor didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting lantaran dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional akseptor didik, para pendidik sanggup mengambil tindakan pada permasalahan akseptor didik dengan banyak sekali karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Sosio-emosional ialah perubahan yang terjadi pada diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau sikap individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja menyerupai perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui setiap aspek yang bekerjasama dengan perubahan tingkah laris dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau tanda-tanda tersebut sehingga kita bisa melaksanakan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja lantaran imbas didikan orang tua.

Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan akseptor didik pada usia remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu bisa menjalin kerjasama yang baik, saling menghargai dan bisa memposisikan diri di lingkungan dengan baik. Agar seorang akseptor didik sanggup mempunyai kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibuat semenjak usia dini, lantaran pada ketika itu sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan insan selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional akseptor didik, biar dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional akseptor didik yang berbeda-beda sanggup diatasi dengan baik.

IV.             PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

Seto Mulyadi (2002a) menyatakan perihal Robert Coles yang menggagas perihal kecerdasan moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa depan. Suasana hening dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak gampang putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang bekerjasama dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.

Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada pikiran sehat moral dan berkembang secara sedikit demi sedikit yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan pascakonvensional.

1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional

Penalaran prakonvensional ialah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, pikiran sehat moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan eksekusi ekternal.

Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau mencar ilmu kalau mendapatkan hadiah uang.

2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Penalaran konvensional ialah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, menyerupai orangtua atau masyarakat.

Contoh: siswa di satu kesempatan mau mencar ilmu dengan tekun lantaran kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah orang renta yang mengharuskan mencar ilmu dari pukul 19.00 hingga dengan pukul 21.00

3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional ialah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki

pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada hukuman atau tidak.

V.  BEKAL AWAL PESERTA DIDIK

Bekal bimbing awal akseptor didik sanggup pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)

adalah kemampuan yang yang telah diperoleh akseptor didik sebelum beliau memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal memperlihatkan status pengetahuan dan keterampilan akseptor didik kini untuk menuju ke status yang akan tiba yang diinginkan guru biar tercapai oleh akseptor didik. Dengan kemampuan ini sanggup ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.

Identifikasi bekal bimbing awal akseptor didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal akseptor didik sebelum mengikuti jadwal pembelajaran tertentu;

2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan dengan pemilihan jadwal program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan

3) Menentukan desain jadwal pembelajaran dan atau pembinaan tertentu yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal akseptor didik.

Teknik Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik

untuk mengetahui kemampuan awal akseptor didik, seorang pendidik sanggup melaksanakan tes awal (pre-test). Tes yang diberikan sanggup berkaitan dengan materi bimbing sesuai dengan panduan kurikulum. Selain itu pendidik sanggup melaksanakan wawancara, observasi, dan memperlihatkan kuisioner kepada akseptor didik atau calon akseptor didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling sempurna untuk mengetahui bekal bimbing awal akseptor didik yaitu tes. Teknik tes ini memakai tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat ialah tes untuk mengetahui apakah akseptor didik telah mempunyai pengetahuan keterampilan yang diharapkan atau di syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal ialah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah mempunyai pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa “untuk mencar ilmu yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil mencar ilmu yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berkhasiat untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai sehabis mengikuti pelajaran. Makara kemampuan awal sangat diharapkan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan gres lantaran kedua hal tersebut saling berhubung.

VI.   MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A.    Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan mencar ilmu sanggup diartikan sebagai keadaan di mana akseptor didik tidak sanggup mencar ilmu sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan oleh seorang pendidik lantaran sanggup menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan mencar ilmu tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh lantaran itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan mencar ilmu ialah suatu kondisi dalam proses mencar ilmu yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri akseptor didik maupun luar diri akseptor didik.

B.  Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan mencar ilmu dalam perkembangan seorang anak:

1.    Kesulitan mencar ilmu akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.

2.    Gangguan simbolik,  yaitu ketidakmampuan anak untuk sanggup memahami suatu obyek sekalipun ia tidak mempunyai kelainan pada organ tubuhnya.

3.    Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran lantaran ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4.    Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri anak.

C.  Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Penyebab kesulitan mencar ilmu antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, menyerupai kurangnya gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

3. Faktor sosial,seperti imbas sahabat bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, menyerupai keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan mencar ilmu dari orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan mencar ilmu ialah sebagai berikut.

1. tempat duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan indera pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi tempat duduk penggalan depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap memberinya materi pelajaran dan dibimbing oleh orang renta dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akhir gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan jadwal remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media mencar ilmu kiranya cukup membantu siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan materi pelajaran. Misalnya,  karena materi pelajaran bersifat abnormal sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana mencar ilmu menyenangkan

Suasana mencar ilmu yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami hambatan dalam mendapatkan materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan mencar ilmu akseptor didik sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan mencar ilmu merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, mekanisme bimbingan mencar ilmu sanggup ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi masalah merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memperlihatkan beberapa pendekatan yang sanggup dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach; melaksanakan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan sanggup ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; membuat korelasi yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini sanggup dilaksanakan melalui banyak sekali cara yang tidak hanya terbatas pada korelasi kegiatan mencar ilmu mengajar saja, contohnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; membuat suasana yang mengakibatkan ke arah penyadaran siswa akan duduk kasus yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan perihal hasil dari suatu tes, menyerupai tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan banyak sekali tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil mencar ilmu siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan mencar ilmu yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini sanggup ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social

2.  Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau duduk kasus yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses mencar ilmu mengajar, permasalahan siswa sanggup berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi duduk kasus siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak duduk kasus siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) korelasi sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) korelasi muda-mudi; (i) keadaan dan korelasi keluarga; dan (j) waktu senggang.

3.  Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian pertolongan bimbingan sanggup dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, kalau permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya kiprah guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada hebat yang lebih kompeten.



Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang: Bandungan Institute

Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Pedagogik  2  : Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran: landasan kependidikan, teori mencar ilmu dan pembelajaran, taktik pembelajaran berdasarkan karakteristik akseptor didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan taktik yang dipilih.



I. PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM

A.    Pengertian

Kurikulum ialah suatu planning pendidikan, yang memperlihatkan pedoman perihal jenis, lingkup, urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan jadwal itu para siswa melaksanakan banyak sekali kegiatan mencar ilmu sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris pada dirinya. Kurikulum sebagai planning pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat planning dan pengaturan mengenai isi dan materi pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

B.     Fungsi

1.      Fungsi penyesuaian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa mengarahkan akseptor didik biar memilki sifat untuk bisa menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.

2.      Fungsi pengintegrasian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, dalam hal ini orientasi dan fungsi kurikulum ialah mendidik akseptor didik biar memilki pribadi yang integral. Siswa intinya merupakan anggota dan penggalan integral dari masyarakat.

3.      Fungsi perbedaan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa memperlihatkan pelayanan terhadap perbedaan individu akseptor didik.

4.      Fungsi persiapan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa mempersiapkan akseptor didik biar bisa melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.

5.      Fungsi pemilihan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa memperlihatkan kesempatan kepada akseptor didik dalam menentukan programprogram mencar ilmu sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

6.      Fungsi diagnostic

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus bisa membantu dan mengarahkan akseptor didik untuk sanggup memahami kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.

C.     Peranan

1.      Peranan konservatif

Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum sanggup dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa kemudian yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.

2.      Peranan kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Kurikulum melaksanakan kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum harus bisa mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus sanggup membantu setiap akseptor didik dalam mengembangakan potensi dirinya.

3.      Peranan kritis dan evaluative

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa kemudian kepada akseptor didik perlu diubahsuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.

II. LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.    Landasan Pengembangan Kurikulum

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan akseptor didik dan lingkungannya.

2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik akseptor didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan tabiat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.

6. Belajar sepanjang hayat, diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan akseptor didik yang berlangsung sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

B.  Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan sanggup dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, fakta, konsep, prinsip dan mekanisme yang termuat dalam silabus harus benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut. Penggunaan istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu, hendaknya sesuai dengan istilah, notasi atau lambang yang umum dan lazim digunakan dalam bahasa dan sastra Indonesia.

2. Konsisten

Adanya korelasi yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan taktik dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.

3. Relevan

Pengembangan kurikulum harus mempunyai kesesuaian di antara komponen-komponennya, menyerupai tujuan, bahan, strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi akseptor didik, serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam kurikulum juga harus diubahsuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual siswa.

Prinsip ini mendasari pengembangan kurikulum, baik dalam pemilihan materi  pembelajaran, taktik dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, taktik penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.

4. Ketercukupan

Cakupan indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus sanggup terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, kalau standar kompetensi dan kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan itu.

5. Menyeluruh

Komponen silabus meliputi keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun praktik (psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.

Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga akseptor didik mempunyai keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga sanggup mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya, serta sanggup secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).

6. Fleksibel

Pengembangan kurikulum harus bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen dalam kurikulum juga mengakomodasi keragaman akseptor didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

7. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan insiden yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan sanggup mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber mencar ilmu berbasis teknologi informasi, menyerupai komputer dan internet perlu dioptimalkan.

8. Kontinuitas, pengembangan kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat kelas, antara jenjang pendidikan, maupun kontribusi dengan jenis pekerjaan.



III.             TEORI BELAJAR

A.  Teori Belajar Behaviorisme

Teori mencar ilmu tingkah laris (behaviorisme) memandang mencar ilmu sebagai hasil dari pembentukan korelasi antara rangsangan dari luar (stimulus) menyerupai ‘2 + 2’ dan jawaban dari siswa (response) menyerupai ‘4’ yang sanggup diamati. Semakin sering korelasi (bond) antara rangsangan dan jawaban terjadi, maka akan semakin kuatlah korelasi keduanya (law of exercise). Para penganut teori mencar ilmu tingkah laris ini beropini bahwa kerikil saja akan berlubang kalau ditetesi air terus menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya korelasi ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci berdasarkan para penganutnya selama proses pembelajaran ialah ‘latihan’ dan ‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada hewan ditunjukkan dengan pemberian sesuatu kalau ia sanggup menuntaskan tugasnya, sehingga hewan tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat bahagia dan merasa dihargai kalau mereka menerima hadiah ketika mereka sanggup melaksanakan kiprah dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melaksanakan hal yang sama. Namun kalau mereka melaksanakan hal yang salah maka mereka harus menerima eksekusi biar ia tidak melaksanakan hal itu lagi. Teori mencar ilmu tingkah laris ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa akan lebih baik. Selain itu, kalau respon siswa di luar yang diinginkan maka diharapkan adanya konsekuensi eksekusi (punishment) sebagai stimulus biar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, biar sikap siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, contohnya Skinner, mempunyai perbedaan pendapat, khususnya lantaran dampak yang kurang baik. Skinner memperlihatkan alternatif yaitu digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori mencar ilmu yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laris ini cocok digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa yang bekerjasama dengan pencapaian hasil mencar ilmu (pengetahuan) matematika menyerupai fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan).

B. Teori Belajar Kognitif

1. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) ialah suatu organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada ketika orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses yang sangat penting ialah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah suatu proses di mana suatu informasi atau pengalaman gres sanggup diubahsuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan fasilitas ialah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa biar sesuai dengan pengalaman yang gres dialami. Sejalan dengan itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas ialah suatu pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman yang gres sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan biar proses pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget ialah (1) tahap sensori motor (0–2 tahun), (2) tahap pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas). 

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan mencar ilmu untuk memakai dan mengatur kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.

2. Belajar Bermakna David P. Ausubel

Teori mencar ilmu Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat 2 jenis mencar ilmu yaitu mencar ilmu hafalan (rote-learning) dan mencar ilmu bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya sanggup dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang mengacu pada ‘belajar bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ ialah pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman gres yang akan dipelajari siswa sanggup terkait dengan pengetahuan usang yang sudah dimiliki siswa.

3. Teori Presentasi Bruner

Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan memakai sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti sanggup diamati dengan memakai panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal pembelajaran, guru sanggup memakai alat peraga maupun barang sehari-hari semisal kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni sehabis mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya ialah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang memakai benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada ketika seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang ada.



C. Teori Belajar Konstruktivisme

1. Model Penemuan

Bruner beropini bahwa mencar ilmu dengan penemuan ialah mencar ilmu untuk menemukan (learning by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model penemuan murni dan model penemuan terbimbing. Model penemuan yang sanggup dikembangkan di kelas ialah model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar tidaknya dugaannya itu. Berbeda dengan model penemuan murni di mana mulai dari pemilihan taktik hingga pada jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa sendiri maka pada penemuan terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga mereka sanggup mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah beliau pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang sempurna akan sangat membantu siswa untuk menemukan pengetahuan yang gres berdasar pada pengetahuan usang yang dipunyainya.



2. Model Saintifk

Pendekatan saintifk meliputi lima pengalaman mencar ilmu sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a.    Mengamati (observing) di mana siswa difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

b.    Menanya (questioning) di mana siswa difasilitasi untuk membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi perihal informasi yang belum dipahami, informasi embel-embel yang ingin diketahui, atau sebagai klarifkasi.

c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, menjiplak bentuk/gerak, melaksanakan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.

d. Menalar/mengasosiasi (associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan (communicating) di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.



III.             PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip mencar ilmu sanggup mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan perihal teori dan prinsip-prinsip mencar ilmu sanggup membantu guru dalam menentukan tindakan yang tepat.

Dari banyak sekali prinsip mencar ilmu tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang sanggup digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.

A.    Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian mencar ilmu pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi mencar ilmu (Gage dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting

dalam kegiatan belajar. Motivasi ialah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan seseorang. Motivasi sanggup dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada kendaraan beroda empat (Gage dan Berliner, 1984: 372).

B.     Keaktifan

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

C.     Keterlibatan langsung/Berpengalaman

Belajar ialah mengalami, mencar ilmu tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman mencar ilmu yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa mencar ilmu yang paling baik ialah mencar ilmu melalui pengalaman langsung. Dalam mencar ilmu melalui pengalaman eksklusif siswa yang tidak hanya mengamati secara eksklusif tetapi ia harus menghayati, terlibat eksklusif dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

D.  Pengulangan

Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa mencar ilmu ialah pembentukan korelasi antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam mencar ilmu akan melatih daya-daya yang ada pada insan yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat daya-daya tersebut berkembang.

E.   Tantangan

Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat hambatan, yaitu mempelajari materi belajar. Timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu, yaitu dengan mempelajari materi mencar ilmu tersebut.

F.   Balikan atau Penguatan

Siswa mencar ilmu sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk mencar ilmu lebih ulet lagi. Nilai yang baik sanggup merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang buruk pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, lantaran takut tidak naik kelas ia terdorong untuk mencar ilmu lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.

G.  Perbedaan Individual

Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa mempunyai perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini kuat pada cara dan hasil mencar ilmu siswa

IV.             PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan model dimaknai sebagai kerangka yang berisikan langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan ialah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode ialah cara yang digunakan untuk  mengimplementasikan planning yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga selesai yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran ketika ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan banyak sekali sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan planning yang sudah disusun dalam kegiatan nyata biar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan merealisasikan taktik yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode pembelajaran, seorang pendidik perlu memutuskan teknik atau cara tertentu biar proses pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya individu dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu contohnya dalam memakai gambaran atau memakai gaya bahasa atau idialek biar materi pembelajaran gampang dipahami.



VI. KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Sahih (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memperlihatkan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat Kepentingan (Significance)

Dalam menentukan materi perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:

a. Bagaimana intensitas tingkat kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?

b. Apakah penting materi tersebut diajarkan pada siswa?

c. Dimana letak kepentingan materi tersebut dan mengapa penting?

Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diharapkan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility)

Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan sanggup memperlihatkan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa materi yang diajarkan sanggup mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

4. Layak dipelajari (learnability)

Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi bimbing dan kondisi setempat.

5.  Menarik minat (interest)

Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan sanggup memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus bisa menumbuhkembangkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

B. Pola Pengembangan Materi Pembelajaran

Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang sanggup dipilih guru, yakni sebagai berikut.

1. Pola kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.

2. Pola kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung korelasi sebab-akibat.

3. Pola logis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari penggalan sederhana menuju kepada yang kompleks.

4. Pola psikologis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus.

5. Pola spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau materi tertentu yang terkenal dan sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan materi yang lebih kompleks.

6. Pola inquiri atau pemecahan masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada proses penemuan ataupun pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a) perumusan masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian hipotesis, dan (e) perumusan simpulan.



Sumber Pustaka:

Wibowo, Hari,  dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

__________ 2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan



Pedagogik 3. Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif

Pedagogik 5. Pengembangan potensi akseptor didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan banyak sekali potensi akademik dan nonakademik akseptor didik.



I. KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

A.    Esensi Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran sanggup dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan akseptor didik.

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan pikiran sehat deduktif (deductivereasoning).

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan pikiran sehat deduktif (deductivereasoning).

Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, pikiran sehat induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.

Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam korelasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.

B.     Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Observing (mengamati), Questioning (menanya), Mengumpulkan informasi/ eksperimen, Mengasosiasikan/ mengolah informasi, Mengkomunikasikan .

1.      Mengamati

Kegiatan Belajarnya mengamati: melihat, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan alat).

Kompetensi yang Dikembangkan: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini mempunyai keunggulan  tertentu, menyerupai menyajikan media objek secara nyata, akseptor didik bahagia dan tertantang, dan gampang pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang usang dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan kalau tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu akseptor didik, sehingga proses pembelajaran mempunyai kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi akseptor didik menemukan fakta bahwa ada korelasi antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Langkah-langkah Mengamati

Menentukan objek apa yang akan diobservasi

Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

Menentukan  secara jelas  data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder

Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi

Menentukan secara terang bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data biar berjalan gampang dan lancar

Menentukan cara dan melaksanakan pencatatan atas hasil observasi , menyerupai memakai buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Jenis-jenis Pengamatan

Observasi biasa (common observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melaksanakan observasi (complete observer), dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

Observasi terkendali (controlled observation). akseptor didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali pelaku atau objek  yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan.

Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, akseptor didik melibatkan diri secara eksklusif dengan pelaku atau objek yang diamati. Observasi semacam ini mengharuskan akseptor didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati

2.      Menanya

Kegiatan Belajarnya

Mengajukan pertanyaan perihal informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi embel-embel perihal apa yang diamati dimulai dari pertanyaan faktual hingga ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan mencar ilmu sepanjang hayat

Guru yang efektif bisa menginspirasi akseptor didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada ketika guru bertanya, pada ketika itu pula beliau membimbing atau memandu akseptor didiknya mencar ilmu dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan akseptor didiknya, ketika itu pula beliau mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga sanggup dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!      

Mengajukan pertanyaan perihal informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi embel-embel perihal apa yang diamati. (dimulai dari pertanyaan faktual hingga ke pertanyaan hipotetik)

3.      Mengumpulkan Informasi/ Eksperimen

Kegiatan Belajarnya: Melakukan eksperimen, Membaca sumber lain selain buku teks, Mengamati objek/kejadian, Aktivitas Wawancara dengan narasumber

Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui banyak sekali cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan mencar ilmu dan mencar ilmu sepanjang hayat.

4.      Mengasosiasikan/ Mengolah

Kegiatan Belajarnya

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan mekanisme dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .

5.      Mengkomunikasikan         

Kegiatan Belajarnya : Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan  hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnnya.

Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.     

CONTOH KEGIATAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

Kompetensi Dasar
:
 3. 4   Mengevaluasi teks negoisasi berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui verbal maupun tulisan
Topik /Tema
:
Seni Bernegosiasi  dalam Kewirausahaan
Sub Topik/Tema
:
PemodelanTeks Negosiasi
Tujuan Pembelajaran
:
Peserta didik sanggup mengidentifikasi teks perundingan
Alokasi Waktu
:
2 x 45 menit



Tahapan Pembelajaran
Kegiatan
Mengamati
  1. Peserta didik membentuk kelompok.
  2. Peserta didik membaca  teks negosiasi.
  3. Peserta didik mencermati uraian yang berkaitan dengan  mengevaluasi  teks negosiasi.
Menanya
  1. Peserta didik bertanya jawab perihal hal-hal yang bekerjasama dengan struktur dan kaidah teks negosiasi.
Mengumpulkan informasi

  1. Peserta didik mencari dari banyak sekali sumber informasi perihal mengevaluasi teks negosiasi.
Mengasosiasikan

  1. Peserta didik mendiskusikan perihal struktur dan kaidah dalam teks negosiasi.
  2. Peserta didik menyimpulkan hal-hal terpenting dalam mengevaluasi teks negosiasi.
  3. Peserta didik menuliskan laporan kerja kelompok perihal mengevaluasi teks negosiasi.
  4. Peserta didik mengevaluasi kesesuian struktur dan kaidah teks perundingan yang dibuat oleh kelompok lain
  5. Peserta didik mengevaluasi kesesuaian isi teks negosiasi
Mengkomunikasikan


  1. Peserta didik membacakan hasil kerja kelompok di depan kelas,  peserta didik lain memperlihatkan tanggapan.







II. MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

A.  Definisi/Konsep

Metode Discovery Learning ialah teori mencar ilmu yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.

Sebagai taktik belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery duduk kasus yang diperhadapkan kepada siswa semacam duduk kasus yang direkayasa oleh guru

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk mencar ilmu secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus sanggup membimbing dan mengarahkan kegiatan mencar ilmu siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi menyerupai ini ingin merubah kegiatan mencar ilmu mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memperlihatkan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau hebat matematika. Bahan bimbing tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan materi serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

B.  Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan

Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh lantaran menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

Menimbulkan rasa bahagia pada siswa, lantaran tumbuhnya rasa memeriksa dan berhasil.

Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

Metode ini sanggup membantu siswa memperkuat konsep dirinya, lantaran memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun sanggup bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) lantaran mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;

Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;

Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;

Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;

Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses mencar ilmu menjadi lebih terangsang;

Proses mencar ilmu meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;

Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;

Kemungkinan siswa mencar ilmu dengan memanfaatkan banyak sekali jenis sumber belajar;

Dapat mengembangkan talenta dan kecakapan individu.

C.   Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan

Metode ini mengakibatkan perkiraan bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abnormal atau berfikir atau mengungkapkan korelasi antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan frustasi.

Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, lantaran membutuhkan waktu yang usang untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan duduk kasus lainnya.

Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini sanggup buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara mencar ilmu yang lama.

Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang menerima perhatian.

Pada beberapa disiplin ilmu, contohnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa dikarenakan telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

D.    Langkah-Langkah Operasional

1. Langkah Persiapan

a. Menentukan  tujuan pembelajaran

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)

e. Mengembangkan bahan-bahan mencar ilmu yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, kiprah dan sebagainya untuk dipelajari siswa

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik hingga ke simbolik

g. Melakukan penilaian proses dan hasil mencar ilmu siswa 

2. Pelaksanaan

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

     Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang mengakibatkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, biar timbul keinginan untuk memeriksa sendiri. Disamping itu guru sanggup memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan kegiatan mencar ilmu lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi mencar ilmu yang sanggup mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b.  Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

      Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya ialah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda duduk kasus yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c.  Data collection (Pengumpulan Data).

     Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) banyak sekali informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri dan sebagainya.

d.  Data Processing (Pengolahan Data)

     Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, kemudian ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e.  Verification (Pembuktian)

      Pada tahap ini siswa melaksanakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification berdasarkan Bruner, bertujuan biar proses mencar ilmu akan berjalan dengan baik dan kreatif kalau guru memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, hukum atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f.  Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

     Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan ialah proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua insiden atau duduk kasus yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

E.     Sistem Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes.

 Penilaian yang digunakan sanggup berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning sanggup memakai tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  memakai penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian  sanggup dilakukan dengan pengamatan.

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

Contoh Tahap Pembelajaran Discovery learning

Satuan Pendidikan: Sekolah Menengan Atas …

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/ Semester : XII/1

Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

KD:  Memahami struktur dan kaidah teks dongeng sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan dongeng fiksi dalam novel baik melalui verbal maupun tulisan.

Indikator:

1) Menentukan struktur teks dongeng sejarah;

2) Menentukan kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks dongeng sejarah.

B. Langkah-langkah Pembelajaran


Tahapan Pokok
Kegiatan Pembelajaran
A.    Pemberian Rangsangan (Stimulation)
1.    Peserta didik menyimak tayangan banyak sekali insiden sejarah dunia.
2.    Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup menghadapkansiswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi terhadap pemahaman teks hasil observasi dongeng sejarah.
3.      Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan
4.      Siswa membaca contoh model teks dongeng sejarah berjudul “Sejarah Hari Buruh.”.
B.     Pernyataan/Identifikasi Masalah (Problem Statement)
5.     
6.    Peserta didik mengidentifikasi duduk kasus yang relevan dengan materi bacaan diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks dongeng sejarah dan bentuk atau strukturnya,
7.      Berdasarkan identifikasi duduk kasus tersebut, siswa menentukan dan merumuskan salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
C.     Pengumpulan Data (Data Collection)
8.    Peserta didik membentuk kelompok mencar ilmu sesuai instruksi guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras (@5 0rang per kelompok).
9.      Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana insiden yang terjadi pada teks dongeng sejarah “Hari Buruh.”
10.  Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai dengan urutan waktu dari insiden sejarah teks “Hari Buruh.”
11.  Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks “Sejarah Hari Buruh”
D.    Pengolahan Data (Data Processing)
12.   
13.  Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks dongeng sejarah.
E.     Pembuktian (Verification)
14.  Guru memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga sanggup menemukan konsep perihal struktur teks dongeng sejarah.
F.      Menarik Kesimpulan (Generalization)
15.  Peserta didik membuat kesimpulan perihal struktur teks dongeng sejarah
16.  Peserta didik mempresentasikan.



III. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

A.   Definisi/Konsep

Pembelajaran berbasis duduk kasus merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan duduk kasus kontekstual sehingga merangsang akseptor didik untuk belajar.

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, akseptor didik bekerja dalam tim untuk memecahkan duduk kasus dunia nyata (real world)

B. Kelebihan PBL

1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang mencar ilmu memecahkan suatu duduk kasus maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar sanggup semakin bermakna dan sanggup diperluas ketika akseptor didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan

2. Dalam situasi PBL, peserta     didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan

3. PBL sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif akseptor didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan sanggup mengembangkan korelasi interpersonal dalam bekerja kelompok.

C. Langkah-langkah Operasional  dalam  Proses Pembelajaran

1. Konsep Dasar (Basic Concept)

Fasilitator  memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diharapkan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan biar akseptor didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat perihal arah dan tujuan pembelajaran

2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)

Dalam langkah ini fasilitator memberikan skenario atau permasalahan dan akseptor didik melaksanakan banyak sekali kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul banyak sekali macam alternatif pendapat

3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Peserta didik mencari banyak sekali sumber yang sanggup memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud sanggup dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.

Tahap pemeriksaan mempunyai dua tujuan utama, yaitu: (1) biar akseptor didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan sanggup dipahami.

4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya akseptor didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini sanggup dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.

5. Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang meliputi seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian selesai semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. 

Penilaian terhadap kecakapan sanggup diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

D. Contoh Penerapan

Memanfaatkan lingkungan akseptor didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memperlihatkan penugasan yang sanggup dilakukan di banyak sekali konteks lingkungan akseptor didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Penugasan yang diberikan oleh guru memperlihatkan kesempatan bagi akseptor didik untuk mencar ilmu diluar kelas. Peserta didik diharapkan sanggup memperoleh pengalaman eksklusif perihal apa yang sedang dipelajari. Pengalaman mencar ilmu merupakan kegiatan mencar ilmu yang harus dilakukan akseptor didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembela

E. Tahapan-Tahapan Model PBL

Fase-Fase

Perilaku Guru

Fase 1

Orientasi akseptor didik kepada masalah.

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.

Memotivasi akseptor didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan duduk kasus yang dipilih.

Fase 2

Mengorganisasikan akseptor didik

Membantu akseptor didik mendefinisikan dan mengorganisasikan kiprah mencar ilmu yang bekerjasama dengan duduk kasus tersebut.

Fase 3

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.

Mendorong akseptor didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Membantu akseptor didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai menyerupai laporan, model dan menyebarkan kiprah dengan teman.

Fase 5

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Mengevaluasi hasil mencar ilmu perihal materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.

F. Sistem Penilaian

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang meliputi seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian selesai semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.

Penilaian terhadap kecakapan sanggup diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian sanggup dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan akseptor didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan mencar ilmu dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara penilaian diri (self-assessment) dan peer-assessment.

Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.

Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memperlihatkan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh sahabat dalam kelompoknya

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

A.2 Menganalisis teks dongeng sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan dongeng fiksi dalam novel baik melalui verbal maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui verbal maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui verbal maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui verbal maupun tulisan

B. Langkah-langkah Pembelajaran


Tahapan Pokok
Kegiatan Pembelajaran
A.    Orientasi siswa pada
Masalah
1.    Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2.    Peserta didik membaca contoh teks dongeng sejarah yang kurang baik dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
3.    Peserta didik memperlihatkan tanggapan dan pendapat terhadap permasalahan tersebut
B.     Mengorganisasi
siswa dalam belajar

4.    Peserta didik membentuk kelompok mencar ilmu sesuai instruksi guru  dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender
C.     Membimbing penyelidikan siswa secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri atau
kelompok
5.    Peserta didik membaca teks dongeng sejarah yang tidak baik dengan cermat
6.    Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah dan mendiskusikan kelemahan teks dongeng sejarah dari segi struktur, kaidah, dan isi
D.    Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya

7.      Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi, khususnya mengenai kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks dongeng sejarah
8.      Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan pembahasan hasil temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan di depan kelas
E.     Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
9.    Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau
10.  Menanggapi
11.  Peserta didik dengan dibimbing guru melaksanakan simpulan
12.  Guru melaksanakan penilaian hasil mencar ilmu mengenai materi yang telah dipelajari


IV. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)

A.  Definisi/Konsep

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) ialah metoda pembelajaran yang memakai proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melaksanakan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan banyak sekali bentuk hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode mencar ilmu yang memakai duduk kasus sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan gres berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diharapkan akseptor didik dalam melaksanakan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing akseptor didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan banyak sekali subjek (materi) dalam kurikulum.

 Pada ketika pertanyaan terjawab, secara eksklusif akseptor didik sanggup melihat banyak sekali elemen utama sekaligus banyak sekali prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan pemeriksaan mendalam perihal sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan perjuangan akseptor didik.

B.  Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

Meningkatkan motivasi mencar ilmu akseptor didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melaksanakan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Membuat akseptor didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.

Meningkatkan kolaborasi.

Mendorong akseptor didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.

Meningkatkan keterampilan akseptor didik dalam mengelola sumber.

C.  Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek

Memerlukan banyak waktu untuk menuntaskan masalah.

Membutuhkan biaya yang cukup banyak

Banyak pelatih yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana pelatih memegang kiprah utama di kelas.

Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

Peserta didik yang mempunyai kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.

Ada kemungkinan akseptor didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.

Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan akseptor didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan

D. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang sanggup memberi penugasan akseptor didik dalam melaksanakan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah pemeriksaan mendalam. Pengajar berusaha biar topik yang diangkat relevan untuk para akseptor didik.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan akseptor didik. Dengan demikian akseptor didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi perihal hukum main, pemilihan kegiatan yang sanggup mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan banyak sekali subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan materi yang sanggup diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Pengajar dan akseptor didik secara kolaboratif menyusun jadwal kegiatan dalam menuntaskan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menuntaskan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa akseptor didik biar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing akseptor didik ketika mereka membuat cara yang tidak bekerjasama dengan proyek, dan (5) meminta akseptor didik untuk membuat penjelasan (alasan) perihal pemilihan suatu cara.

4. Memonitor akseptor didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)

Pengajar bertanggungjawab untuk melaksanakan monitor terhadap kegiatan akseptor didik selama menuntaskan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi akseptor didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi kegiatan akseptor didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang sanggup merekam keseluruhan kegiatan yang penting.

5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing akseptor didik, memberi umpan balik perihal tingkat pemahaman yang sudah dicapai akseptor didik, membantu pengajar dalam menyusun taktik pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada selesai proses pembelajaran, pengajar dan akseptor didik melaksanakan refleksi terhadap kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini akseptor didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menuntaskan proyek. Pengajar dan akseptor didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada kesudahannya ditemukan suatu temuan gres (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

D.  Sistem PenilaianPenilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu kiprah yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu pemeriksaan semenjak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek sanggup digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan akseptor didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

Kemampuan pengelolaan

Kemampuan akseptor didik dalam menentukan topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.

Relevansi

Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.

Keaslian

Proyek yang dilakukan akseptor didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek akseptor didik.

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK

Rancangan Pembelajaran Berbasis Projek

A. Identitas Model

Satuan Pendidikan : Sekolah Menengan Atas ……

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : XII/1

Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah

Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

4.2 Memproduksi teks dongeng sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan dongeng fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara verbal maupun tulisanmaupun tulisan



Indikator:



1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks dongeng sejarah

2) Menyusun teks dongeng sejarah

C. Langkah Pembelajaran



Langkah-langkah
Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
A.    Penentuan Proyek
1. Peserta didik menentukan hari atau insiden bersejarah sebagai topik yang akan dikembangkan menjadi teks dongeng bersejarah
B.     Perancangan
Langkah-langkah
Penyelesaian Proyek
2. Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan hukum main dan pemilihan kegiatan yang sanggup mendukung pelaksanaan proyek
3. Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung pelaksanaan proyek
4. Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
dalam kelompok masing masing, akseptor didik mendiskusikan dan perencanaan proyek berupa penentuan fase insiden bersejarah
C.     Penyusunan Jadwal
Pelaksanaan Proyek
5. Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan proyek
6. Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menuntaskan proyek menyusun teks dongeng sejarah
7. Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks dongeng sejarah yang akan ditulisnya
D.    Penyelesaian proyek
dengan fasilitasi dan
monitoring guru
8. Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan fase insiden yang menjadi objek untuk penulisan teks dongeng sejarah
9. Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau hambatan dalam menuntaskan penulisan teks dongeng sejarah
10. Peserta didik memperbaiki hasil goresan pena berdasarkan hasil konsultasi
E.     Penyusunan Laporan
dan Presentasi
/Publikasi
Hasil Proyek
11. Peserta didik membaca kembali teks dongeng sejarah yang sudah ditulis dan memperbaiki kalau masih terjadi kesalahan dengan mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada tahap perencanaan
12. Peserta didik menempelkan teks dongeng sejarah yang sudah dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat menyerupai bentuk pameran)
13. Peserta didik melaksanakan kegiatan shopping model,yaitu mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks dongeng sejarah kelompok lain.
F.      Evaluasi Proses dan
Hasil Proyek
14. Peserta didik melaksanakan refleksi terhadap kegiatan dan hasil kiprah proyek yang sudah dilaksanakan.
15. Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama menuntaskan kiprah proyek akseptor didik mendengarkan umpan balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan produk yang telah dihasilkan.



Sumber Pustaka :

Ariani, Farida dkk. 2016. Model Pembelajaran . Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

PPT Badan Sumber Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014.



Pedagogik 4: Perancangan dan pelaksanaan penilaian pembelajaran: penilaian (assessment) proses dan hasil mencar ilmu secara berkesinambungan dengan banyak sekali metode, analisis hasil penilaian proses dan hasil mencar ilmu untuk menentukan tingkat ketuntasan mencar ilmu (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas jadwal pembelajaran secara umum.



KOMPETENSI PEDAGOGIK MERANCANG PENILAIAN PEMBELAJARAN

I.     PENGERTIAN EVALUASI, PENGUKURAN, TES, DAN PENILAIAN

Evaluasi (evaluation) ialah penilaian yang sistematik perihal manfaat atau kegunaan suatu objek (Stufflebeam dan Shinkfield, 1985 dalam Depdiknas, 2004:11). Pada ketika melaksanakan penilaian di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan perihal nilai suatu jadwal (value judgement). Dalam melaksanakan keputusan, diharapkan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian selama dan sehabis kegiatan mencar ilmu mengajar. Objek penilaian ialah jadwal yang hasilnya mempunyai banyak dimensi, menyerupai kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh lantaran itu, dalam kegiatan penilaian alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat istilah pengukuran dan penilaian. Sebagai penggalan dari penilaian kedua istilah tersebut akan dibahas lebih lanjut biar tidak terjadi kesalahpahaman konsep.

Pengukuran (measurement) ialah proses penetapan angka terhadap suatu tanda-tanda berdasarkan hukum tertentu (Guilford, 1982 dalam Depdiknas, 2004:9). Safari (1997:3) mengartikan pengukuran sebagai suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi/data secara kuantitatif. Secara tersirat kedua definisi tersebut mengambarkan pengukuran merupakan proses pemberian angka atau perjuangan memperoleh deskripsi numerik sejauhmana akseptor didik telah mencapai suatu tingkatan. Pengukuran sanggup memakai tes dan nontes.

Tes ialah seperangkat pertanyaan yang mempunyai jawaban benar atau salah. Tes dalam pembelajaran bahasa dikenal dengan tes bahasa yang sasaran pokoknya ialah tingkat kompetensi berbahasa akseptor didik. Nontes seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang instrumennya berbentuk kuesioner atau inventori.

Penilaian (assessment) merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin dan Nix, 1991 dalam Depdiknas, 2004:10).



II. TUJUAN, FUNGSI, DAN PRINSIP PENILAIAN

A. Tujuan Penilaian

1. Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok akseptor didik untuk ditingkatkan dalam pembelajaran remedial dan jadwal pengayaan.

2. Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi mencar ilmu akseptor didik dalam kurun waktu tertentu, yaitu harian, tengah semester, satu semester, satu tahun, dan masa studi satuan pendidikan.

3. Menetapkan jadwal perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi bagi mereka yang diidentifikasi sebagai akseptor didik yang lambat atau cepat dalam mencar ilmu dan pencapaian hasil belajar.

4. Memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan semester berikutnya.



B. Fungsi Penilaian

1. Menggambarkan sejauh mana seorang akseptor didik telah menguasai suatu kompetensi.

2. Mengevaluasi hasil mencar ilmu akseptor didik dalam rangka membantu akseptor didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan perihal langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).

3. Menemukan kesulitan mencar ilmu dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan akseptor didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.

4. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan perihal kemajuan perkembangan akseptor didik.



C. Prinsip Penilaian

Prinsip umum dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik sebagai berikut.

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada mekanisme dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan akseptor didik lantaran berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, tabiat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. Terbuka, berarti mekanisme penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan sanggup diketahui oleh pihak yang berkepentingan.



6. Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik meliputi semua aspek kompetensi dan dengan banyak sekali teknik penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai akseptor didik.

7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan sedikit demi sedikit dengan mengikuti langkah-langkah baku.

8. Akuntabel, berarti penilaian sanggup dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

9. Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan akseptor didik dalam belajar.



III.             PENDEKATAN PENILAIAN

Secara umum ada dua metoda/acuan yang digunakan untuk melihat hasil mencar ilmu siswa yaitu penilaian contoh norma dan penilaian contoh patokan.Apabila kita melaksanakan pengukuran atau penilaian berarti kita membandingkan. Dalam penilaian pendidikan ada dua pendekatan yang digunakan sebagai pembanding, yaitu penilaian contoh norma atau PAN (norm referenced evaluation) dan penilaian contoh patokanatau PAP (criterion refrenced evaluation).

A.      Penilaian Acuan Patokan

Penilaian contoh patokan (Criterion Referenced Evaluation) yang dikenal pula dengan sebutan standar mutlak, berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membadingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan, sebelum hasil tes itu sendiri diperoleh, dan bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan batas kelulusan itu telah ditetapkan. Kurikulum 2013 memakai pendekatan penilaian acuhan patokan yang kemudian dikembangkan dengan istilah penilaian contoh kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan mencar ilmu minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik akseptor didik.

B.  Penilaian Acuan Norma

Penilaian acuah norma/relatif disebut pula norma aktuil atau norma empiris. Norma relatif ialah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut dalam suatu tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh seseorang yang didasarkan atas norma relatif ini (PAN) mencerminkan status individu di dalam kelompok.



IV. PENILAIAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN KETERAMPILAN

A.      Penilaian Sikap

1.      Gradasi/Taksonomi Sikap (Attitude: Krathwohl)

Menerima -> menanggapi->menghargai->menghayati->mengamalkan

Penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui kecendrungan sikap spiritual dan sosial siswa di dalam dan luar kelas sebagai hasil pendidikan.

2.      Teknik dan Instrumen Penilaian Sikap

Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Keterangan
Observasi
Daftar cek
Skala penilaian sikap
Dilakukan selama proses pembelajaran.
Penilaian diri
Daftar cek
Skala penilaian sikap
Dilakukan pada selesai semester.
Penilaian antar akseptor didik
Daftar cek
Skala penilaian sikap
Dilakukan pada selesai semester, setiap pesesrta didik dinalai oleh 3 siswa.
Jurnal
Catatan pendidik berisi informasi perihal kekuatan dan kelemahan akseptor didik
Berupa catatan guru perihal kelemahan dan kekuatan akseptor didik yang tidak berkaitan dengan mata pelajaran.



3.      Hasil Pengolahan Nilai Sikap

Hasil penilaian pencapaian sikap dalam bentuk  deskripsi.

Deskripsi sikap terdiri atas keberhasilan dan/atau ketercapaian sikap yang diinginkan dan sikap yang belum tercapai yang memerlukan pembinaan dan pembimbingan.

Deskripsi dalam bentuk kalimat positif,  memotivasi dan materi refleksi

Contoh Deskripsi  Sikap

Sikap  Spiritual

Selalu bersyukur dan berdoa sebelum melaksanakan kegiatan serta toleransi yang baik pada agama yang berbeda; ketaatan beribadah mulai berkembang.

Sikap Sosial

Memiliki sikap santun, disiplin, dan tanggung jawab yang baik, responsif dalam pergaulan; sikap kepedulian mulai meningkat.



B.     Penilaian Pengetahuan

1.      Proses Kognitif

a.       C1; mengingat (remember), mengingat kembali pengetahuan dari memorinya.

b.      C2; memahami (understand), mengkonstruksi makna dari pesan baik secara lisan, tulisan, dan grafis.

c.       C3; menerapkan (apply), penggunaan mekanisme dalam situasi yang diberikan atau situasi baru.

d.      C4; menganalisis (analysis), penguraian materi ke dalam bagian-bagian dan bagaimana bagian-bagian itu saling bekerjasama satu sama lain dalam keseluruhan struktur.

e.       C5; mengevaluasi (evaluate) membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar.

f.       C6; mengkreasi (create) menempatkan elemen-elemen secara bersamaan ke dalam bentuk modifikasi atau mengorganisasi elemen-elemen ke dalam pola gres (struktur baru).



2.      Dimensi Pengetahuan

a.       Pengetahuan faktual; pengetahuan terminologi atau pengetahuan detail yang spesifik dan elemen.

b.      Pengetahuan konseptual; pengetahuan yang lebih kompleks berbentuk klasifikasi, kategori, prinsip dan generalisasi.

c.       Pengetahuan prosedural; pengetahuan perihal bagaimana melaksanakan sesuatu.

d.      Pengetahuan metakognitif; pengetahuan perihal kognisi, merupakan tindakan atas dasar suatu pemahaman, meliputi kesadaran berpikir dan penetapan keputusan perihal sesuatu.



3.      Proses dan Hasil Penilaian Pengetahuan

a.      Nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian selama satu semester, penilaian tengah semester dan penilaian selesai semester



b.      Nilai selesai pencapaian pengetahuan rerata dari hasil pencapaian kompetensi setiap KD selama satu semester.

c.       Nilai pada rapor ditulis dalam bentuk angka skala 0 – 100 dan dilengkapi dengan deskripsi singkat kompetensi yang menonjol/tertinggi dan terendah berdasarkan pencapaian KD selama satu semester

d.      Deskripsi nilai didasarkan pada nilai tertinggi dan terendah pada capaian KD per semester

4.     Teknik Penilaian Pengetahuan



Teknik Penilaian
Keterangan
Tes tulis
Memilih jawaban (pilihan ganda, dua pilihan benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, sebab-akibat.
Mensuplai jawaban (isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, uraian).
Tes Lisan
Soal / pertanyaan yang menuntut siswa menjawab secara verbal (formatif tes)
Penugasan
Tugas yang dilakukan secara individu atau kelompok.







C.    Penilaian Keterampilan



1.      Dimensi Keterampilan



Keterampilan abstrak: K-1 Mengamati, K-2 Menanya, K-3 Mencoba, K-4 Menalar, K-5 Menyaji, K-6 Mencipta

Keterampilan Konkrit:

a.    Persepsi (perception): perhatian untuk melaksanakan suatu gerakan.

b.    Kesiapan (set): kesiapan mental dan fisik untuk melaksanakan suatu gerakan.c.    Meniru (guided response): gerakan secara terbimbing.

d.   Membiasakan gerakan (mechanism): gerakan mekanistik

e.    Mahir (complex or overt response): gerakan kompleks dan termodifikasi.

f.     Menjadi gerakan alami (adaptation): gerakan alami yang diciptakan sendiri atas dasar gerakan yang sudah dikuasai.

g.    Menjadi tindakan orisinal (origination): gerakan gres yang orisinal, sukar ditiru orang lain, dan menjadi ciri khasnya.



2.      Proses dan Hasil Penilaian Keterampilan

a.       Hasil penilaian  pada setiap KD keterampilan ialah nilai optimal dengan teknik dan objek KD yang sama.

b.      Penilaian KD keterampilan yang dilakukan dengan dua teknik penilaian seperti  proyek dan produk atau praktik dan produk, maka nilai KD sanggup dirata-rata.

c.    Nilai selesai keterampilan pada setiap mata pelajaran ialah rerata dari semua nilai KD keterampilan dalam satu semester.

d.      Penulisan capaian keterampilan pada rapor memakai angka pada skala 0 – 100, predikat dan deskripsi singkat capaian kompetensi



3.      Teknik dan Bentuk Penilaian Keterampilan



Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Unjuk kerja/ kinerja / praktik
·         Daftar cek, dengan memakai daftar cek, akseptor didik menerima nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu sanggup diamati oleh penilai.
·         Skala Penilaian (Rating Scale). Penilaian kinerja yang memakai skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, lantaran pemberian nilai secara kontinum dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Projek
·         Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan.
·         Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.
Produk
·         Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)
Portofolio
·         Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)



V.  KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria paling rendah untuk menyatakan akseptor didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran melalui musyawarah oleh satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan intake (kemampuan rata-rata akseptor didik), kompeksitas, dan kemampuan daya dukung (berorientasi pada sumber belajar).



B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria ketuntasan minimal berfungsi:

sebagai contoh bagi pendidik dalam menilai kompetensi akseptor didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar sanggup diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memperlihatkan respon yang sempurna terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;

2. sebagai contoh bagi akseptor didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh akseptor didik. Peserta didik diharapkan sanggup mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian biar mencapai nilai melebihi KKM.

3. sanggup digunakan sebagai penggalan dari komponen dalam melaksanakan penilaian jadwal pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil jadwal kurikulum sanggup dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh lantaran itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi perihal peta KD-KD tiap mata pelajaran yang gampang atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana prasarana mencar ilmu di sekolah;

4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan akseptor didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, akseptor didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.

5. merupakan sasaran satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.

Prinsip Penetapan Ketuntasan Minimal Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang sanggup dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif sanggup dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;

Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan mencar ilmu minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake akseptor didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi;

3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan mencar ilmu untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan mencar ilmu minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;

4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;

5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) akseptor didik;

6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidikuntuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS).

7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal

KOMPETENSI PEDAGOGIK PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN PEMBELAJARAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS PROGRAM PEMBELAJARAN SECARA UMUM.

I. PROGRAM REMEDIAL

1) Hakikat Remedial

Remedial merupakan suatu treatmen atau pertolongan untuk mengatasi kesulitan belajar. Berikut ialah beberapa jadwal assesmen yang bisa dijalankan atau dijadikan contoh dalam melaksanakan pengajaran remedial. Yang antara lain dalam bidang berhitung, membaca pemahaman dan menulis.

Remediasi mempunyai padanan remediation dalam bahasa Inggris. Kata ini berakar kata ‘toremedy’ yang bermakna menyembuhkan. Remediasi merujuk pada proses penyembuahan. Remedial merupakan

kata sifat. Karena itu dalam bahasa Inggris selalu bersama dengan kata benda, contohnya ‘remedial work’, yaitu pekerjaan penyembuhan, ‘remeDial teaching’ – pengajaran penyembuhan. Dsb. Di Indonesia, istilah ‘remedial’ sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata benda. Mestinya dituliskan menjadi pengajaran remeial, atau kegiatan remedial dsb. Dalam penggalan ini istilah remediasi dan remedial digunakan bersama-sama, yang merujuk pada suatu proses membantu siswa mengatasi kesulitan mencar ilmu terutama mengatasi miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki. Dalam random House Webster’s College Dictionary (1991), remediasi diartikan sebagai intended to improve poor skill in specifed feld.

Remediasi ialah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi sanggup diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh ketidakberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran.

Dari pengertian di atas diketahui bahwa suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remediasi apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru melaksanakan perubahan dalam kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.

Sifat pokok kegiatan pembelajaran remedial ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep yang komplek (2) menjelaskan konsep yang kabur (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir. Beberapa perlakuan yang

dapat diberikan terhadap sifat pokok remedial tersebut antara lain berupa: penjelasan oleh guru, pemberian rangkuman, dan advance organizer, pemberian kiprah dan lain-lain.

Pokok bahasan yang belum sanggup dikuasai akseptor didik merupakan kesulitan mencar ilmu untuk mempelajari pokok bahasan berikutnya. Kenyataan ini akan diperburuk kalau pokok bahasan yang gres yang akan dipelajari memerlukan keterampilan prasyarat, disisi lain pokok bahasan yang menjadi prasyarat belum tuntas. Kesulitan lain untuk mencapai tingkat ketuntasan mencar ilmu anatara lain: perbedaan individual diantara akseptor didik dalam kelas dengan sistem pembelajaran klasikal.



Asumsi yang mendasari pertimbangan metode pembelajaran remedial dengan pendekatan secara individual terhadap akseptor didik yang mengalami kesulita mencar ilmu dengan pemberian rangkuman dan advance organizer adalah: (1) mencar ilmu hakekatnya ialah individual (2) pembelajaran klasikal akan selalu dihadapkan dengan ketidak tuntasan mencar ilmu (3) kalau akseptor didik yang mengalami kesulitan mencar ilmu dan diberikan pembelajaran kembali secara klasikal menyerupai pembelajaran utama, akseptor didik akan  mengalami kesulitan yang serupa (4) rangkuman dan advance organizermerupakan taktik pembelajaran untuk memudahkan pemahaman materi.

2) Prosedur Remedial

Dalam melaksanakan kegiatan remedial sebaiknya mengikuti langkahlangkah menyerupai berikut.

a) Analisis Hasil Diagnosis

Seperti yang telah Anda ketahui, diagnosis kesulitan mencar ilmu ialah suatu proses pemeriksaan terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar. Melalui kegiatan diagnosis guru akan mengetahui para siswa yang perlu mendapatkan bantuan. Untuk keperluan kegiatan remedial, tentu yang menjadi fokus perhatian ialah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam mencar ilmu yang ditunjukkan tidak tercapainya kriteria keberhasilan belajar. Apabila kriteria keberhasilan 80 %, maka siswa yang dianggap berhasil kalau mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, sedangkan siswa yang mencapai tingkat penguasaannya di bawah 80 % dikategorikan belum berhasil. Mereka inilah yang perlu mendapatkan remedial. Setelah guru mengetahui siswa-siswa mana yang harus mendapatkan remedial, informasi selanjutnya yang harus diketahui guru ialah topik atau materi apa yang belum dikuasai oleh siswa tersebut. Dalam hal ini guru harus melihat kesulitan mencar ilmu siswa secara individual. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan duduk kasus yang dihadapi siswa satu dengan siswa yang lainnnya tidak sama. Padahal setiap siswa harus menerima perhatian dari guru.

b) Menemukan Penyebab Kesulitan

Sebelum Anda merancang kegiatan remedial, terlebih dahulu harus mengetahui mengapa siswa mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Faktor penyebab kesuliatan ini harus diidentifkasi terlebih dahulu, lantaran tanda-tanda yang sama yang ditunjukkan oleh siswa sanggup ditimbulkan lantaran yang berbeda dan faktor penyebab ini akan kuat terhadap pemilihan jenis kegiatan remedial.

c) Menyusun Rencana Kegiatan Remedial

Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu mendapatkan remedial, topik yang belum dikuasai setiap siswa, serta faktor penyebab kesulitan, langkah selanjutnya ialah menyusun planning pembelajaran. Sama halnya pada pembelajaran pada umumnya, komponen-komponen yang harus direncanakan dalam melaksanakan kegiatan remedial ialah (1) merumuskan indikator hasil belajar, (2) menentukan materi yang sesuai engan indikator hasil belajar, (3) menentukan taktik dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, (4) merencanakan waktu yang diperlukan, dan (5) menentukan jenis, mekanisme dan alat penilaian.

d) Melaksanakan Kegiatan Remedial

Setelah kegiatan perencanaan remedial disusun,langkah berikutnya ialah melaksanakan kegiatan remedial. Sebaiknya pelaksanaan kegiatan remedial dilakukan sesegera mungkin, lantaran semakin cepat siswa dibantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, semakin besar kemungkinan siswa tersebut berhasil dalam belajarnya.

e) Menilai Kegiatan Remedial

Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remedial yang telah dilaksanakan, harus dilakukan penilaian. Penilaian ini sanggup dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan mencar ilmu siswa.Apabila siswa mengalami kemauan mencar ilmu sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tetapi, apabila siswa tidak mengalami kemajuan dalam belajarnya berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan dilaksanakan kurang efektif. Untuk itu guru harus menganalisis setiap komponen pembelajaran.

3) Strategi dan Teknik Remedial

Beberapa teknik dan taktik yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain, (1) pemberian tugas/pembelajaran individu (2) diskusi/tanya jawab (3) kerja kelompok (4) tutor sebaya (5) memakai sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).

a) Pemberian Tugas

Dalam pemberian kiprah sanggup dilakukan dengan banyak sekali jenis antara lain dengan pemberian rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok, pemberian advance organizer dan yang sejenis. b) Melakukan kegiatan fsik, misal demosntrasi, atau praktek dan diskusi

Ada konsep-konseps yang lebih gampang dipahami lewat kegiatan fIsik



II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN

A.  Pengertian Pembelajaran Pengayaan

Pengayaan merupakan suatu kegiatan belajar, dikhususkan bagi akseptor didik yang memiliki  kemampuan mencar ilmu lebih, misalkan mencar ilmu lebih cepat, menyimpan informasi lebih mudah, keingintahuan lebih tinggi, bepikir mandiri, superior, dan berpikir abstrak, serta mempunyai banyak minat.Secara umum pengayaan sanggup diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan akseptor didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua akseptor didik sanggup melakukannya. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran embel-embel dengan tujuan untuk memperlihatkan kesempatan pembelajaran gres bagi akseptor didik yang mempunyai kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka sanggup mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memperlihatkan pelayanan kepada akseptor didik yang mempunyai kecerdasan lebih dengan tantangan mencar ilmu yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan akseptor didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan memakai banyak sekali taktik menyerupai ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi taktik pembelajaran digunakan juga banyak sekali media menyerupai media audio, video, dan audiovisual dalam banyak sekali format, mulai dari kaset audio, slide, video, computer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian prosesdengan memakai banyak sekali teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan mencar ilmu serta seberapa penguasaan akseptor didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada selesai jadwal pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang akseptor didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian selesai jadwal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah akseptor didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan mencar ilmu menyerupai yang telah dirumuskan pada ketika pembelajaran direncanakan.

Jika ada akseptor didik yang lebih gampang dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memperlihatkan perlakuan khusus berupa jadwal pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran embel-embel dengan tujuan untuk memperlihatkan kesempatan pembelajaran gres bagi akseptor didik yang mempunyai kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka sanggup mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memperlihatkan pelayanan kepada akseptor didik yang mempunyai kecerdasan lebih dengan tantangan mencar ilmu yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

B.  Jenis Pembelajaran Pengayaan

Terdapat tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan pemecahan masalah.

1.      Kegiatan eksploratori

Kegiatan eksploratori ialah jenis pembelajaran pengayaan yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada akseptor didik. Sajian dimaksud berupa insiden sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2.      Keterampilan proses



Keterampilan proses ialah jenis pembelajaran pengayaan yang diharapkan oleh akseptor didik biar berhasil dalam melaksanakan pendalaman dan pemeriksaan terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3.      Pemecahan duduk kasus

Pemecahan duduk kasus ialah jenis pembelajaran yang diberikan kepada akseptor didik yang mempunyai kemampuan mencar ilmu lebih tinggi berupa pemecahan duduk kasus nyata dengan memakai pendekatan pemecahan duduk kasus atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan duduk kasus ditandai dengan:

a.  Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;

b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;

c. Penggunaan banyak sekali sumber;

d. Pengumpulan data memakai teknik yang relevan;

e. Analisis data;

f. Penyimpulan hasil investigasi.

C.     Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Agar pemberian pengayaan sempurna sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan mencar ilmu akseptor didik, dan kedua memperlihatkan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.

1.      Identifikasi kelebihan kemampuan belajar

a.       Tujuan

Tujuan identifikasi kemampuan berlebih akseptor didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan mencar ilmu akseptor didik.

b.      Kelebihan kemampuan mencar ilmu itu antara lain meliputi:

1)      Belajar lebih cepat.

Peserta didik yang mempunyai kecepatan mencar ilmu tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

2)      Menyimpan informasi lebih mudah

Peserta didik yang mempunyai kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan mempunyai banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan gampang diakses untuk digunakan.



3)      Keingintahuan yang tinggi

Banyak bertanya dan memeriksa merupakan tanda bahwa seorang akseptor didik mempunyai hasrat ingin tahu yang tinggi.

4)      Berpikir mandiri.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir sanggup berdiri diatas kaki sendiri umumnya lebih menyukai kiprah sanggup berdiri diatas kaki sendiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

5)      Superior dalam berpikir abstrak.

Peserta didik yang superior dalam berpikir abnormal umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.

6)      Memiliki banyak minat.

Mudah termotivasi untuk meminati duduk kasus gres dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

c.       Teknik

Teknik yang sanggup digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih akseptor didik sanggup dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes Inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

1)      Tes IQ (Intelligence Quotient)

Tes IQ ialah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan akseptor didik. Dari tes ini sanggup diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

2) Tes inventori

Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi verbal dengan akseptor didik untuk menggali lebih dalam mengenai jadwal pengayaan yang diminati akseptor didik.

4) Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat sikap mencar ilmu akseptor didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan sanggup diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk akseptor didik.

2.      Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan sanggup dilakukan antara lain melalui:

a.       Belajar Kelompok

Belajar kelompok dilakukan dengan cara sekelompok akseptor didik yang mempunyai minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial lantaran belum mencapai ketuntasan.

b.      Belajar mandiri.

Belajar sanggup berdiri diatas kaki sendiri dilakukan dengan cara secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri akseptor didik mencar ilmu mengenai sesuatu yang diminati.

c.       Pembelajaran berbasis tema.

Pembelajaran berbasis tema dilakukan dengan cara memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga akseptor didik sanggup mempelajari korelasi antara banyak sekali disiplin ilmu.

d.      Pemadatan kurikulum.

Pemadatan kurikulum ialah pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui akseptor didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi akseptor didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui akseptor didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi akseptor didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Pembelajaran pengayaan sanggup pula dikaitkan dengan kegiatan kiprah terstruktur dan kegiatan sanggup berdiri diatas kaki sendiri tidak terstruktur.

Penilaian hasil mencar ilmu kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari akseptor didik yang normal. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran remedial dan pengayaan pada kesudahannya memperlihatkan kesempatan kepada seluruh akseptor didik untuk mencapai dan menguasai kompetensi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bagi akseptor didik yang lambat pemahamannya sanggup menguasai kompetensi minimal yang disyaratkan dalam kurikulum. Sedangkan akseptor didik yang cepat pemahamannya mendapatkan kompetensi atau materi yang lebih yang sanggup digunakan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.

III.             PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

A.    DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian perihal situasi sosial Dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan imbas membuat korelasi yang diharapkan antara penilaian diri dari perkembangan rofesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang menyampaikan bahwa PTK ialah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan pikiran sehat dan keadilan praktikpraktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).

Menurut Carr dan Kemmis menyerupai yang dikutip oleh Siswojo ardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK ialah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para  Partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilasanakan (Harjodipuro, 1997).

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK ialah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, biar kritis terhadap praktik tersebut dan biar mau untuk mengubahnya. PTK bukan sekadar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan memakai kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK ialah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut sanggup kuat terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan korelasi sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.

B.     TAHAP PELAKSANAAN PTK

Banyak model PTK yang sanggup diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, intinya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan  berkesinambungan: perencanaan (planning),  pelaksanaan (acting),  pengamatan (observing), dan  refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi identifkasi masalah, analisis masalah, rumusan masalah, dan rumusan hipotesis tindakan.

Tahapan pra- PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu planning tindakan disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang sanggup diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK ialah (1) apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran, (2) mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya, (3) apa yang sanggup dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut, (4) bukti-bukti apa saja yang sanggup dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi, dan (5) bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Jadi, tahapan pra- PTK ini bekerjsama suatu reflektif dari

guru terhadap duduk kasus yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah seorang murid saja, namun ebih merupakan duduk kasus umum yang bersifat klasikal, contohnya kurangnya motivasi mencar ilmu di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan lain-lain.

Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra -PTK inilah suatu planning tindakan dibuat menyerupai berikut.

1.      Perencanaan Tindakan

Berdasarkan pada identifkasi duduk kasus yang dilakukan pada tahap pra PTK, planning tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini meliputi semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, planning pengajaran yang meliputi metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala hambatan yang mungkin timbul pada ketika tahap implementasi berlangsung. Dengan melaksanakan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK sanggup berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.

2.      Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua planning yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, ialah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektiftas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk sanggup lebih mempertajam refleksi dan penilaian yang beliau lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

3.      Pengamatan Tindakan

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi perihal pelaksanaan tindakan dan planning yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar dihentikan terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat mempunyai keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktiftas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris.

4.      Refleksi Terhadap Tindakan

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat ketika dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, menyerupai halnya pada ketika observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk sanggup lebih tajam melaksanakan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi materi pertimbangan dan perbandingan sehingga sanggup ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses refleksi ini memegang kiprah yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memperlihatkan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada kesudahannya mengakibatkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang digunakan sebagai upaya riangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrument saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya.

Pelaksanaan refleksi diusahakan dihentikan lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi eksklusif diadakan refleksi bersama kolaborator.

C.     PROPOSAL PTK

Proposal atau rancangan penelitian merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan diikuti oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian. Proposal penelitian harus dibuat secara baik dan terang sehingga bisa menjadi pegangan selama penelitian berlangsung. Secara umum ada aturan, baik yang bersifat metodologis maupun teknis dalam menyusun proposal. Aturan-aturan itu pada umumnya bersifat universal, meskipun untuk hal-hal tertentu yang bersifat teknis ada yang harus diubahsuaikan dengan kebutuhan lembaga-lembaga tertentu. Tidak semua proposal penelitian mempunyai format atau komponen yang sama. Para hebat mengajukan format dan komponen berbeda antara yang satu dengan lainnya. Namun begitu, terdapat format general yang terdiri dari komponen-komponen pokok suatu proposal penelitian (William Wiersma, 1986).

Secara umum proposal penelitian antara lain meliputi:

A.  Pendahuluan

Bagian ini antara lain berisi: latar belakang masalah, identifkasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

B.  Tinjauan pustaka

Bagian ini antara lain berisi: kajian teori, kerangka berpikir penelitian, dan hipotesis penelitian

C.     Prosedur penelitian

Bagian ini antara lain berisi: jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulandata, instrumen penelitian, dan teknis analisis data. Selain komponen-komponen di atas, proposal dilengkapi dengan judul penelitian, daftar pustaka, jadwal penelitian, dan rancangan pembiayaan penelitian. Sistematika proposal penelitian terkadang tidak sama antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Hal ini bergantung pada pemikiran si peneliti, atau kadang telah ditentukan oleh institusi yang menaungi dan atau membiayai penelitian tersebut.

Salah satu alternatif sistematika proposal penelitian ialah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifkasi Masalah

C. Batasan Masalah

D. Rumusan Masalah

E. Tujuan Penelitian

F. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

B. Kerangka Berfkir

C. Hipotesis

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

B. Waktu dan Tempat Penelitian

C. Desain Penelitian

D. Subjek Penelitian

E. Teknik Pengumpulan Data

F. Instrumen Penelitian

G. Teknis Analisis Data

E. Teknik penulisan proposal penelitian



D.    LAPORAN PTK

Melaporkan hasil penelitian tidak sebatas menguraikan temuan kita dalam laporan penelitian. Ada subbab lain yang amat penting kedudukannya kaitannya dengan pelaporan, yaitu pembahasan. Jika dalam penggalan hasil penelitian kita hanya menguraikan temuan pada masing-masing siklus, kalau perlu pada masing-masing teknik yang digunakan, juga instrumennya; pada penggalan pembahasan kita harus mengaitkan temuan yang satu dan yang lain, bahkan juga mengaitkan antara temuan dan teori yang digunakan. Bagian ini merupakan penggalan terpenting dalam laporan PTK, lantaran itu kalau dilihat dari jumlah halamannya, penggalan ini mempunyai porsi yang paling banyak.

Struktur Laporan Penelitian Tindakan Kelas terdiri atas tiga bagian, yaitu penggalan awal, penggalan utama atau penggalan inti, dan penggalan akhir. Bagian awal laporan PTK terdiri atas Halaman Judul, Lembar Pengesahan, Abstrak, Prakata, dan Daftar Isi. Halaman Judul ialah identitas penelitian yang terdiri atas judul, peneliti, instansi penelitian, dan tahun pembuatan laporan. Lembar akreditasi berisi identitas peneliti yang disahkan oleh pejabat berwenang. Jika penelitian dilakukan oleh sekolah, pejabat yang berwenang mengesahkan ialah kepala sekolah. Jika PTK merupakan hibah dari LPMP, pejabat berwenangnya ialah Kepala LPMP. Abstrak merupakan intisari yang sangat penting dari hasil penelitian. Abstrak berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil penelitian, dan saran. Kata Pengantar (Prakata) antara lain berisi ucapan terima kasih peneliti kepada pihak yang telah membantunya.

Secara lengkap, berikut disajikan struktur laporan penelitian tindakan kelas.

Tabel Kerangka Laporan PTK



No
Bagian
Isi
1.       
Judul
Peningkatan Kemampuan Menyusun Teks Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual Elemen Pemodelan pada Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Semarang
Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017
2.       
Awal
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Hasil Penelitian
Abstrak
Pernyataan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
3.       
Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Menyusun Teks Cerpen
2.1.1.1 Hakikat Cerpen
2.1.1.2 Tahap Menyusun Teks Cerpen
2.1.2 Hakikat Teknik Pemodelan
2.1.2.1 Pendekatan Kontekstual
2.1.2.2 Teknik Pemodelan sebagai Elemen dari Pendekatan Kontekstual
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesis Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
3.2 Subjek Penelitian
3.3 Desain Penelitian
3.4 Indikator Kinerja
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Instrumen Penelitian
3.6 Validasi Data
3.7 Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Siklus I
1.1.1.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.1.2 Hasil Tes
1.1.1.3 Hasil Nontes
1.1.2 Siklus II
1.1.2.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.2.2 Hasil Tes
1.1.2.3 Hasil Nontes
1.2 Pembahasan
1.2.1 Kemampuan Menulis Teks Cerpen
1.2.2 Aktivitas Siswa
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
4.       
B a g i a n
Akhir
Daftar Pustaka
Lampiran
1) Surat Izin Penelitian
2) Daftar Nilai Prasiklus
3) Daftar Nilai Siklus I
4) Daftar Nilai Siklus II
5) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
6) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
7) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II
9) Contoh Teks Cerpen



IV.             REFLEKSI PEMBELAJARAN



  1. Konsep Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi ialah kegiatan penilaian dalam banyak sekali bentuk yang dilakukan oleh akseptor didik terhadap proses mencar ilmu mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dengan maksud untuk memperbaiki proses mencar ilmu yang dilaksanakan oleh pendidik pada waktu yang akan datang.

Definisi berdasarkan Reid, 1995 “Reflection is a process of reviewing an experience of practice in order to describe, analyse, evaluate and so inform learning about practice”. Konsep tersebut sanggup diartikan, bahwa refleksi ialah sebuah proses mereviu pengalaman dengan cara mendeskripsikan, menganalisis, mengevaluasi pembembelajaran yang telah dilakukan.

2.      Prinsip Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut, yakni: (1) Ada kesadaran bersama pendidik dan akseptor didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) Penilaian oleh akseptor didik dilakukan dengan sangat kritis; (3) Penilaian dilaksanakan semenjak awal pembelajaran hingga selesai pembelajaran; (4) Hasil penilaian oleh akseptor didik dijadikan masukan oleh pendidik untuk perbaikan pembelajaran.

3.      Tujuan dan Sasaran Refleksi dalam Pembelajaran

Tujuan dilakukan refleksi pembelajaran bagi pendidik antara lain: (1) Untuk menganalisis tingkat keberhasilan proses dan hasil mencar ilmu akseptor didik; (2) Untuk melaksanakan penilaian diri terhadap proses mencar ilmu yang telah dilakukan; (3) untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan; (4) untuk merancang upaya

optimalisasi proses dan hasil belajar, (5) Untuk memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Refleksi pembelajaran penting dilakukan dengan tujuan untuk memperlihatkan informasi positif perihal bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai materi observasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu refleksi terhadap pembelajaran bermanfaat bagi akseptor didik yakni, untuk mencapai kepuasaan diri akseptor didik memperoleh wadah yang sempurna dalam menjalin komunikasi positif dengan pendidik.

  1. Teknik-teknik Refleksi dalam Pembelajaran

  1. Belajar Jurnal

Pertama ialah mencar ilmu jurnal, para siswa diminta untuk membuat jurnal mingguan di mana mereka merekam dan berkomentar perihal pengalaman mereka sebagai pelajar dalam kelas tersebut. Dibutuhkan waktu lima menit untuk siswa menulis jurnal tersebut. Pada selesai pelajaran jurnal tersebut di kumpulkan kepada guru untuk diberi komentar.

b.      Belajar Mitra (kelompok atau kerjasama)

Belajar kawan berkhasiat untuk mendiskusikan ide-ide yang dibangkitkan, mengeksplorasi kepentingan mereka sendiri, bertukar pikiran untuk memperlihatkan komentar satu sama lainnya.

c.       Belajar Kontrak

Penggunaan mencar ilmu kontrak pada pembelajaran refleksi ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1) Sebelum penyusunan sebuah draft awal untuk disampaikan kepada siswa harus fokus pada pengalaman mereka, kebutuhan mereka mencar ilmu dan bagaimana mereka bisa mencar ilmu dengan baik. Dalam obrolan dengan siswa, konsepsi pembelajaran ini didiskusikan dan kontrak yang direvisi dihasilkan.

2) Sebelum penyerahan hasil ahir mencar ilmu mereka, siswa diminta dalam kontrak untuk meninjau pembelajaran mereka dan bagaimana mereka sanggup menyampaikannya kepada orang lain.

3) Jadwal Penilaian diri. Jadwal penilaian diri digunakan sebagai sarana memungkinkan siswa untuk menyatukan banyak sekali pembelajaran mereka dalam suatu kelas, untuk merefleksikan prestasi mereka dan mengkaji implikasinya untuk pembelajaran lebih lanjut. (Tebow, 2008)

5. Penyusunan Instrumen Refleksi Pembelajaran

Instrumen ialah alat untuk merekam informasi yang akan dikumpulkan. Instrumen observasi digunakan berdasarkan teknik yang dilakukan. Berikut ini jenis instrumen yang sanggup dikembangkan untuk kegiatan refleksi pembelajaran.

a. Lembar Observasi

Lembar observasi ialah hasil pencatatan terhadap pengamatan fenomena-fenomena yang diselidiki secara sistematis. Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan biasa digunakan dalam observasi sistematis, di mana observer bekerja sesuai dengan pedoman yang telah dibuat.

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara (interview guide) ialah contoh percakapan yang dilaksanakan untuk memperoleh informasi dari responden. Secara minimal pedoman tersebut memuat rambu-rambu pertanyaan yang akan ditanyakan pada responden.

c. Lembar Telaah Dokumen

Lembar telaah dokumen ialah instrumen yang yang digunakan untuk mengolah dokumen-dokumen yang dimiliki. Bentuk instrument dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman dekomentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulan datanya. Perbedaan antara kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas tanda-tanda yang diteliti.

d. Angket atau Kuisioner

Refleksi kegiatan pembelajaran sanggup memakai metode angket atau kuisioner. Pada kegiatan ini, digunakan instrumen sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket sanggup berupa sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden perihal apa yang dialami dan diketahui oleh akseptor didik.

 

Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan Institute.

Kurniawan, Endang, dkk. 2016. Refleksi Pembelajaran Dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta:  Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

_____________________. 2016.  Pemanfaatan Dan Pelaporan Hasil Penilaian. Jakarta: Direktorat Jenderal GurudanTenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan











0 Response to "Ogn 2018: Ringkasan Kompetensi Pedagogik Ogn 2018 Dikmen"

Total Pageviews