MEMBANDINGKAN PENGGUNAAN BAHASA DUA TEKS FABEL
PEMBAHASAN SOAL UN 2016/2017 BAHASA INDONESIA SMP/MTS
Kunci Jawaban: D
Pembahasan
Soal tersebut menanyakan perbedaan penggunaan bahasa pada kedua teks. Jika dikaitkan dengan kisi-kisi UN 2017/2018, soal tersebut termasuk ke dalam ruang lingkup membaca sastra level kognitif penalaran. Kompetensi yang diuji yaitu membandingkan penggunaan bahasa cerpen/fable.
PEMBAHASAN SOAL UN 2016/2017 BAHASA INDONESIA SMP/MTS
KUNCI JAWABAN DAN PEMBAHASAN
Kunci Jawaban: D
Pembahasan
Soal tersebut menanyakan perbedaan penggunaan bahasa pada kedua teks. Jika dikaitkan dengan kisi-kisi UN 2017/2018, soal tersebut termasuk ke dalam ruang lingkup membaca sastra level kognitif penalaran. Kompetensi yang diuji yaitu membandingkan penggunaan bahasa cerpen/fable.
Perbedaan penggunaan bahasa pada kedua teks tersebut yaitu teks 1 tidak ada kalimat pribadi dan teks 2 memvariasikan dengan kalimat pribadi (pilihan tanggapan D). Kalimat pribadi pada teks 2 yaitu “ Wahai lelaki yang baik! Aku mohon kiranya Anda mau memberi seonggok jerami ini biar saya bisa membangun rumah, “ kata kambing.
RINGKASAN MATERI
MEMBANDINGKAN PENGGUNAAN BAHASA CERPEN/FABEL
I. RAGAM BAHASA
A. Pengertian Ragam Bahasa
Ragam Bahasa yaitu variasi bahasa berdasarkan pemakaian, yang berbeda-beda berdasarkan topik yang dibicarakan, berdasarkan kekerabatan pembicara, mitra bicara, orang yang dibicarakan, serta berdasarkan medium pembicara (Bachman, 1990).
B. Jenis-Jenis Ragam Bahasa
1. Jenis-jenis Ragam Bahasa dari Segi Pemakaian
Dari segi pemakaian ragam bahasa dibagi menjadi 3 jenis yaitu: ( a) berdasarkan media (b) berdasarkan kekerabatan antarpembicara (c) berdasarkan topik pembicaraan.
a. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri dari: (1) Ragam bahasa ekspresi (2) Ragam bahasa tulis.
Ciri-ciri ragam lisan: (a) Memerlukan orang kedua/teman bicara; (b) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu; (c)Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh. (d) Berlangsung cepat; (e) Sering sanggup berlangsung tanpa alat bantu; (f) Kesalahan sanggup pribadi dikoreksi; (g) Dapat dibantu dengan gerak badan dan mimik wajah serta intonasi.
Contoh ragam ekspresi : (1) Nia sedang baca surat kabar. (2) Ari mau nulis surat.
Ciri-ciri ragam tulis: (a)Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara; (b)Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu; (c) Harus memperhatikan unsur gramatikal; (d) Berlangsung lambat; (e) Selalu menggunakan alat bantu; (f) Kesalahan tidak sanggup pribadi dikoreksi; (g) Tidak sanggup dibantu dengan gerak badan dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Contoh ragam tulis: (1) Nia sedang membaca surat kabar (2) Ari ingin menulis surat.
b. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Hubungan Antarpembicara
Menurut dekat tidaknya pembicara, ragam bahasa dibedakan dibedakan menjadi: 1) Ragam bahasa resmi,
2) ragam bahasa santai, 3) ragam bahasa akrab.
2) ragam bahasa santai, 3) ragam bahasa akrab.
c. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Topik Pembicaraan
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register.
Fungsiolek yaitu variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan sebagai berikut:
1) Ragam hukum: Dia dieksekusi lantaran melaksanakan tindak pidana
2) Ragam bisnis: Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.
3) Ragam sastra: Cerita itu menggunakan unsur flashback .
4) Ragam kedokteran: Anak itu menderita penyakit kuorsior .
5) Ragam psikologi: Penderita autis perlu mendapat bimbingan yang intensif.
6) Ragam Olahraga: Hari ini PON XIX/2016 mulai memperebutkan medali emas.
7) Ragam Bahasa Ilmiah: Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari materi busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.
2. Jenis Ragam Bahasa Ditinjau dari Sudut Pandang Penutur
Ragam bahasa ditinjau dari sudut pandang penutur dibedakan menjadi
a. ragam bahasa berdasarkan daerah
b. ragam bahasa berdasarkan pendidikan formal.
c. ragam bahasa berdasarkan perilaku penutur
Penjelasan:
a. Ragam Bahasa Menurut Daerah
Ragam bahasa berdasarkan tempat sanggup dibedakan menjadi dialek dan kronolek. Dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Misalnya, Bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya. Kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Contoh : Misalnya, bahasa Melayu masa kerajaan Sriwijaya berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
b. Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal /Status Sosial
Ragam bahasa berdasarkan pendidikan formal, memberikan perbedaan yang terang antara kaum yang berpendidikan formal (terpelajar) dan yang tidak. Bunyi /f/ dan gugus konsonan final /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.
Contoh Pengucapan kata film oleh orang berpendidikan/terpelajar [film]. Sedangkan pengucapan oleh orang yang tidak terpelajar [pilm].
Dalam ragam ini dikenal istilah Sosiolek, yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua kasus pribadi para penuturnya, ibarat usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain scbagainya.
c. Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur
Ragam ini sanggup disebut langgam atau gaya berbahasa seseorang atau idiolek. Idiolek yaitu variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing. Idiolek bergantung pada perilaku penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau pembacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain oleh umur dan kedudukan yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok dilema yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian informasinya.
3. Ragam Bahasa Berdasarkan Keformalan
a. Ragam Beku (Frozen)
Ragam beku yaitu variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat, contohnya dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagainya. Ciri ragam ini yaitu cenderung tetap.
b. Ragam Resmi (Formal)
Ragam resmi yaitu variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat, dan lain sebagainya. Lebih fleksibel
c. Ragam Usaha (Konsultatif)
Ragam perjuangan atau ragam konsultatif yaitu variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
d. Ragam Santai (Casual)
Ragam santai yaitu ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau sahabat karib pada waktu istirahat dan sebagainya. Misalnya penggunaan kata sapaan mas, mbak.
e. Ragam Akrab (Intimate)
Ragam dekat yaitu variasi bahasa yang biasa digunakan leh para penutur yang hubungannya sudah akrab. Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas. Sapaan dab yg berarti mas di jogja
C. RAGAM BAKU DAN RAGAM TIDAK BAKU
Ragam baku dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam baku mempunyai kaidah-kaidah paling lengkap diperikan jikalau dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain.
Pemakaian ragam baku tercermin dalam situasi berikut ini.
1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
2) Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah.
3) Pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya.
4) Pembicaraan dengan orang yang dihormati.
Secara umum, fungsi bahasa baku yaitu sebagai berikut.
1. Pemersatu, pemakaian bahasa baku sanggup mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat Bahasa.
2. Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku sanggup menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
3. Pembawa kewibawaan, pemakai bahasa baku sanggup menunjukkan kewibawaan pemakainya
4. Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang.
Sikap terhadap bahasa baku setidak-tidaknya mengandung tiga dimensi, yaitu (1) perilaku kesetiaan bahasa, (2) perilaku pujian bahasa, dan (3) perilaku kesadaran akan norma dan kaidah bahasa. Ketiga perilaku tersebut terkait erat dengan keempat fungsi bahasa baku.
Sumber:
Wibowo, Hari dkk. 2016. Ragam Bahasa dan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
II. BAHASA SASTRA
A. Pengertian Bahasa Sastra
Bahasa sastra yaitu bahasa yang khas dalam dunia sastra dan berdasarkan beberapa orang menyimpang dari penuturan yang bersifat otomatis, rutin, biasa dan wajar. Penuturan dalam karya sastra selalu diusahakan dengan cara lain, baru, dan belum pernah digunakan sebelumnya.
Unsur kebaruan dan keaslian merupakan suatu hal yang memilih nilai sebuah karya. Penyimpangan bahasa dalam sastra tidak menjadi kebebasan yang tak terbatas. Fungsi komunikatif bahasa masih membatasi kebebasan pembiasan bahasa itu. Bahasa yang dibiaskan masih mendasarkan pada bahasa yang konvensional biar pesan yang disampaikan sastra sanggup dipahami dan terima oleh pembaca sehingga dibutuhkan keefektifan dalam pengungkapan suatu karya sastra. Hal itu dilakukan sebagai perjuangan mendeskripsikan makna yang terkandung di dalam karya tersebut serta menikmati keindahannya.
Untuk memperoleh pengungkapan yang efektif, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Penggunaan bahasa sastra lebih ditujukan pada tujuan estetik lantaran di dalamnya hanya menggunakan unsur emotif dan bersifat kononatif (Nurgiyantoro, 2000: 273). Keberadaan bahasa sastra itu telah diakui dan diterima lantaran bahasa sastra mempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra, tentu saja lebih mayoritas menggunakan ciri emotif-konotatif lantaran sastra mempunyai tujuan estetis penyampaian sesuatu yang tak langsung.
Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik dan dalam hal ini ditekankan pada aspek pragmatis yang semenjak dulu memainkan peranan penting dalam retorika. Retorika seringkali menjadi sistem normatif atau preskriptif, yaitu memilih norma yang harus diterapkan dalam pemakaian bahasa yang baik dan indah.
B. Karakteristik Bahasa Sastra
1. Penggunaan bahasa yang estetis atau indah.
2. Bahasa sastra merupakan plastik untuk membungkus amanat dalam sebuah cipta sastra.
3. Berfungsi ekspresif
4. Bahasa sastra dinamis.
Hakikatnya, bahasa dalam karya sastra tidaklah berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada pemanfaatan bahasa itu sendiri. Jika karya-karya nonsastra terkesan kaku dengan aturan-aturan baku tata bahasa formal, maka sastra tidak demikian. Sastra bisa memanfaatkan bahasa secara leluasan, lantaran penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977:22). Tidak ada tata bahasa formal yang mengatur pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Setiap pengarang sastra sanggup memanfaatkan bahasa secara leluasa sesuai dengan caranya sendiri dalam memberikan pikiran, perasaan, gagasannya.
5. Bahasa sastra bersifat simbolis dan konotatif.
Sastra berisi realitas kehidupan manusia. Realitas kehidupan tersebut ada yang dikemukakan oleh pengarang sastra secara lugas dengan menggunakan bahasa-bahasa yang denotatif, namun ada juga yang diungkapkan secara simbolik dengan menggunakan bahasa-bahasa yang konotatif. Bahkan, penggunaan simbol dan bahasa yang konotatif menjadi salah satu ciri bahasa sastra. Dengan bahasa yang simbolis dan konotatif, pengarang sastra sanggup mewakilkan kesan pribadinya terhadap sesuatu. Dengan begitu, walaupun pengarang merasa simpati, takut, atau bahkan benci kepada sesuatu atau seseorang, beliau tidak harus menyatakannya secara langsung, namun melalui simbol-simbol bahasa. (http://junilawa.blogspot.co.id/2013/11/)
0 Response to "Membandingkan Penggunaan Bahasa Dua Teks Sastra"