Latest News

Materi Persiapan Ujian Seleksi Ppg 2018 Kompetensi Pedagogik Perkembangan Penerima Latih


PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN  BEKAL AJAR AWAL PESERTA DIDIK.
BACA : 100 SOAL PERSIAPAN UJIAN SELEKSI PPG KOMPETENSI PEDAGOGIK



I.     PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
A.    Pengertian
KISI-KISI PPG KLIK DI SINI
Kognitif atau pemikiran ialah istilah yang dipakai oleh mahir psikologi untuk menjelaskan semua acara mental yang berafiliasi dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan info yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)  
B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui wacana faktor-faktor yang mempengaruhi penerima didik. Yang sangat sentral dalam factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif ialah gaya pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, lantaran ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat besar lengan berkuasa pada perkembangan kognitif, semakin jelek lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan imbas lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)
C.     Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa berdasarkan Piaget ialah sebagai berikut. 
1.      tahap sensori motor (0–2 tahun) 
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan berguru untuk memakai dan mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) badan dan alat-alat indera mereka.
2.      tahap pra-operasional (2–7 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman memakai indera, sehingga ia belum bisa untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3.      tahap operasional nyata (7–11 tahun)
Pada tahap Operasional nyata (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak sanggup membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan memakai benda konkret, dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4.      tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti memakai benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif. (Doyin, 2015)

II.  PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK 
Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu mencakup empat aspek, yaitu:  
 (a) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;  
(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; 
(c) Kelenjar Endokrin, yang menimbulkan munculnya pola-pola tingkah laris baru, ibarat pada usia remaja berkembang perasaan bahagia untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;
(d) Struktur fisik/tubuh, yang mencakup tinggi, berat, dan proporsi.
Seifert dan Hoffnung (1994) beropini perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam badan (seperti : pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam memakai tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya). 

III.   PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK
Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif penerima didik, yang tidak kalah penting ialah perkembangan sosial-emosional penerima didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial ialah pencapaian kematangan dalam kekerabatan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses berguru untuk beradaptasi dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor mayoritas yang mempengaruhi tingkah laris individu, dalam hal ini termasuk pula sikap belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif ibarat perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap acara belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak sanggup memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar ia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Perkembangan sosio-emosional penerima didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting lantaran dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional penerima didik, para pendidik sanggup mengambil tindakan pada permasalahan penerima didik dengan aneka macam karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Sosio-emosional ialah perubahan yang terjadi pada diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau sikap individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja ibarat perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui setiap aspek yang berafiliasi dengan perubahan tingkah laris dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau tanda-tanda tersebut sehingga kita bisa melaksanakan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja lantaran imbas didikan orang tua. 
Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan penerima didik pada usia remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan sekitar kawasan tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, tetapkan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu bisa menjalin kerjasama yang baik, saling menghargai dan bisa memposisikan diri di lingkungan dengan baik. Agar seorang penerima didik sanggup mempunyai kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibuat semenjak usia dini, lantaran pada dikala itu sangat memilih pertumbuhan dan perkembangan insan selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional penerima didik, semoga dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional penerima didik yang berbeda-beda sanggup diatasi dengan baik.

IV.             PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK 
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan wacana Robert Coles yang menggagas wacana kecerdasan moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa depan. Suasana tenang dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak gampang putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak membuatkan kemampuan yang berafiliasi dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada pikiran sehat moral dan berkembang secara sedikit demi sedikit yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional ialah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, pikiran sehat moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan eksekusi ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau berguru kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional ialah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, ibarat orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau berguru dengan tekun lantaran kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah orang renta yang mengharuskan berguru dari pukul 19.00 hingga dengan pukul 21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional ialah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian tetapkan berdasarkan suatu aba-aba moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada hukuman atau tidak.

V.  BEKAL AWAL PESERTA DIDIK

Bekal didik awal penerima didik sanggup pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)

adalah kemampuan yang yang telah diperoleh penerima didik sebelum ia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal memperlihatkan status pengetahuan dan keterampilan penerima didik kini untuk menuju ke status yang akan tiba yang diinginkan guru semoga tercapai oleh penerima didik. Dengan kemampuan ini sanggup ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.

Identifikasi bekal didik awal penerima didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh info yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal penerima didik sebelum mengikuti jadwal pembelajaran tertentu;

2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan dengan pemilihan jadwal program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan

3) Menentukan desain jadwal pembelajaran dan atau pembinaan tertentu yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal penerima didik.

Teknik Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik

untuk mengetahui kemampuan awal penerima didik, seorang pendidik sanggup melaksanakan tes awal (pre-test). Tes yang diberikan sanggup berkaitan dengan materi didik sesuai dengan panduan kurikulum. Selain itu pendidik sanggup melaksanakan wawancara, observasi, dan memperlihatkan kuisioner kepada penerima didik atau calon penerima didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling sempurna untuk mengetahui bekal didik awal penerima didik yaitu tes. Teknik tes ini memakai tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat ialah tes untuk mengetahui apakah penerima didik telah mempunyai pengetahuan keterampilan yang dibutuhkan atau di syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal ialah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah mempunyai pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen menunjukan bahwa “untuk berguru yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil berguru yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berkhasiat untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai sehabis mengikuti pelajaran. Makara kemampuan awal sangat dibutuhkan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan gres lantaran kedua hal tersebut saling berhubung.

VI.   MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A.    Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan berguru sanggup diartikan sebagai keadaan di mana penerima didik tidak sanggup berguru sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan oleh seorang pendidik lantaran sanggup menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan berguru tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh lantaran itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan berguru ialah suatu kondisi dalam proses berguru yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri penerima didik maupun luar diri penerima didik.

B.  Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan berguru dalam perkembangan seorang anak:

1.    Kesulitan berguru akademis, mencakup kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.

2.    Gangguan simbolik,  yaitu ketidakmampuan anak untuk sanggup memahami suatu obyek sekalipun ia tidak mempunyai kelainan pada organ tubuhnya.

3.    Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran lantaran ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4.    Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri anak.

C.  Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Penyebab kesulitan berguru antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, ibarat kurangnya gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

3. Faktor sosial,seperti imbas teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, ibarat keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan berguru dari orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan berguru ialah sebagai berikut.

1. kawasan duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan indera pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi kawasan duduk pecahan depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap memberinya materi pelajaran dan dibimbing oleh orang renta dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran jawaban gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan jadwal remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media berguru kiranya cukup membantu siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan materi pelajaran. Misalnya,  karena materi pelajaran bersifat abnormal sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana berguru menyenangkan

Suasana berguru yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami kendala dalam mendapatkan materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan berguru penerima didik sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan berguru merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, mekanisme bimbingan berguru sanggup ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi masalah merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memperlihatkan beberapa pendekatan yang sanggup dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach; melaksanakan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan sanggup ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; membuat kekerabatan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini sanggup dilaksanakan melalui aneka macam cara yang tidak hanya terbatas pada kekerabatan kegiatan berguru mengajar saja, contohnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; membuat suasana yang menjadikan ke arah penyadaran siswa akan problem yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan wacana hasil dari suatu tes, ibarat tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan aneka macam tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil berguru siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan berguru yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini sanggup ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social

2.  Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau problem yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses berguru mengajar, permasalahan siswa sanggup berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi problem siswa, Prayitno dkk. telah membuatkan suatu instrumen untuk melacak problem siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) kekerabatan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) kekerabatan muda-mudi; (i) keadaan dan kekerabatan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3.  Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian tunjangan bimbingan sanggup dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jikalau permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya kiprah guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada mahir yang lebih kompeten.

Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang: Bandungan Institute

Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

BAHAN PERSIAPAN UJIAN SELEKSI PPG 2018

1.      100 SOAL PERSIAPAN UJIAN SELEKSI PPG KOMPETENSI PEDAGOGIK


2.      PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK


3.      PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN TEORI PEMBELAJARAN


4.      PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: RANCANGAN PEMBELAJARAN


5.      PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: PENILAIAN DAN PTK

0 Response to "Materi Persiapan Ujian Seleksi Ppg 2018 Kompetensi Pedagogik Perkembangan Penerima Latih"

Total Pageviews