Hari ini perasaan gembira menjadi guru itu menjadi lebih membanggakan lagi sebab masih banyak teman-teman yang tidak aku kenal ternyata sangat menghargai guru mereka.
Media sosial mengajarkan kita banyak hal, salah satunya ialah agar kita lebih berhati-hati dalam berbitrik atau membuat status atau membuat quote-quote. Karena setiap kita bertindak atau berbitrik, ketika ini sudah sangat praktis direkam dan disebarkan di media sosial. Efek negatif dan positif dari masyarakat harus siap kita terima ketika apa yang kita sampaikan diketahui oleh masyarakat banyak.
Salah satu pola quote yang "kontrkelewat / oversial" ialah pernyataan yang aku ambil dari facebooknya Bapak Kevindze. Gambar yang dikomentari oleh Bapak Kevindze ini katanya berasal dari facebook milik Bapak Agus Setiyawan.
Setrik pribadi, bagaimana dengan Anda menanggapi apa yang disampaikan menyerupai yang tertulis pada gambar, dan bagaimana pula Bapak Kevindze menangapi gambar tersebut mari kita simak;
Tiba datang hati aku sakit melihat di newspeed ada quotes ini yang katanya quote dari Agus Setiyawan. Saya tidak kenal siapa mas agus sebab belum pernah ada interaksi apapun baik online maupun offline cuma sering aku dengar mas agus itu guru internet marketing yang punya banyak follower dan sudah menghasilkan banyak murid yang andal jualan di internet.
Sayangnya begitu praktis mas agus menggeneralisasi Guru dan mengidentikan Guru di Indonesia Malas dan cuma mau digaji, praktis mudahan mas agus punya data valid hasil penelitian ilmiah untuk mempertanggung jawabkan pernyataan ini.
Saya yang dari kecil hidup di lingkungan keluarga sebagai guru merasa sangat sakit hati sebab setau aku tidak semua guru menyerupai itu dan kegagalan pendidikan di Indonesia (jika mas agus menganggap gagal) itu dipengaruhi oleh banyak faktor bukan hanya sebab GURU.
Saya tahu betul bagaimana susahnya bapak aku menghidupi 7 orang anak hanya dengan honor seadanya namun dia tidak pernah mengalah gara-gara ga digaji gede bahkan hingga dia pensiunpun masih mengajar anak murid di rumah tanpa digaji semata-mata sebab kecintaannya untuk mendidik.
Tolong hargai guru, bukan bapak saya, bukan guru aku minimal hargai guru mas agus yang sudah mengajari mas agus berhitung dan membaca, atau mas agus terlahir sudah dalam keadaan fasih membaca dan berihitung?
Seperti apa yang disampaikan diawal "Hari ini perasaan gembira menjadi guru itu menjadi lebih membanggakan lagi sebab masih banyak teman-teman yang tidak aku kenal ternyata sangat menghargai guru mereka.", komentar-komentar dari Bapak Kevindze inilah yang memperlihatkan semangat kepada guru (saya) agar untuk tetap tersenyum di dalam mendidik bawah umur kita yang berada di rumah dan di sekolah.
Terkait problem Nilai Kebenaran apa yang disampaikan oleh Bapak Agus Setiyawan kembali kepada eksklusif kita (guru) masing-masing, mari memperlihatkan pendapat :)
Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin sanggup mengajak kita untuk ikut berubah;
Media sosial mengajarkan kita banyak hal, salah satunya ialah agar kita lebih berhati-hati dalam berbitrik atau membuat status atau membuat quote-quote. Karena setiap kita bertindak atau berbitrik, ketika ini sudah sangat praktis direkam dan disebarkan di media sosial. Efek negatif dan positif dari masyarakat harus siap kita terima ketika apa yang kita sampaikan diketahui oleh masyarakat banyak.
Salah satu pola quote yang "kontrkelewat / oversial" ialah pernyataan yang aku ambil dari facebooknya Bapak Kevindze. Gambar yang dikomentari oleh Bapak Kevindze ini katanya berasal dari facebook milik Bapak Agus Setiyawan.
Setrik pribadi, bagaimana dengan Anda menanggapi apa yang disampaikan menyerupai yang tertulis pada gambar, dan bagaimana pula Bapak Kevindze menangapi gambar tersebut mari kita simak;
Tiba datang hati aku sakit melihat di newspeed ada quotes ini yang katanya quote dari Agus Setiyawan. Saya tidak kenal siapa mas agus sebab belum pernah ada interaksi apapun baik online maupun offline cuma sering aku dengar mas agus itu guru internet marketing yang punya banyak follower dan sudah menghasilkan banyak murid yang andal jualan di internet.
Sayangnya begitu praktis mas agus menggeneralisasi Guru dan mengidentikan Guru di Indonesia Malas dan cuma mau digaji, praktis mudahan mas agus punya data valid hasil penelitian ilmiah untuk mempertanggung jawabkan pernyataan ini.
Saya yang dari kecil hidup di lingkungan keluarga sebagai guru merasa sangat sakit hati sebab setau aku tidak semua guru menyerupai itu dan kegagalan pendidikan di Indonesia (jika mas agus menganggap gagal) itu dipengaruhi oleh banyak faktor bukan hanya sebab GURU.
Saya tahu betul bagaimana susahnya bapak aku menghidupi 7 orang anak hanya dengan honor seadanya namun dia tidak pernah mengalah gara-gara ga digaji gede bahkan hingga dia pensiunpun masih mengajar anak murid di rumah tanpa digaji semata-mata sebab kecintaannya untuk mendidik.
Saya sendiri pernah mencicipi jadi guru hanya digaji 150ribu/bulan tapi aku mengundurkan diri bukan sebab honor kecil tapi justru impian kita memperlihatkan pendidikan yang benar sudah tidak sejalan dengan sistem yang terbentuk.Saya kenal banyak orang yang sudah sangat sukses baik setrik penghasilan materil maupun sukses di bidangnya masing-masing tapi alhamdulillah ga pernah ada yang mencibir profesi guru,
Tolong hargai guru, bukan bapak saya, bukan guru aku minimal hargai guru mas agus yang sudah mengajari mas agus berhitung dan membaca, atau mas agus terlahir sudah dalam keadaan fasih membaca dan berihitung?
Seperti apa yang disampaikan diawal "Hari ini perasaan gembira menjadi guru itu menjadi lebih membanggakan lagi sebab masih banyak teman-teman yang tidak aku kenal ternyata sangat menghargai guru mereka.", komentar-komentar dari Bapak Kevindze inilah yang memperlihatkan semangat kepada guru (saya) agar untuk tetap tersenyum di dalam mendidik bawah umur kita yang berada di rumah dan di sekolah.
Terkait problem Nilai Kebenaran apa yang disampaikan oleh Bapak Agus Setiyawan kembali kepada eksklusif kita (guru) masing-masing, mari memperlihatkan pendapat :)
Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin sanggup mengajak kita untuk ikut berubah;
0 Response to "Di Indonesia Gurunya Males, Hanya Ingin Digaji Tapi Tidak Sesuai Hasil Kerja"