Home » Kompetensi Guru » Tips-Trik » Menjadikan Profesi Guru Sebagai Panggilan Jiwa Menjadikan Profesi Guru Sebagai Panggilan Jiwa Add Comment Kompetensi Guru, Tips-Trik Sunday, December 16, 2018 proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Guru ialah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) menyampaikan bahwa profesi ialah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui atrik berguru dan training yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memperlihatkan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau honor dalam jumlah tertentu. Guru profesional mempunyai arena khusus untuk membuatkan minat, tujuan, dan nilai-nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan perilaku dan sifat semacam itu, guru profesional mempunyai kemampuan melaksanakan profesionalisasi setrik terus-menerus, memotivasi-diri, mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri, berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional ialah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) setrik akademik guru profesional bercirikan ibarat berikut ini: Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang “seprofesi” dengan mereka melalui kontrak dan aliansi sosial. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna adat kerja dan tata santun bekerjasama dengan atasannya. Memiliki rencana dan jadwal pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan diri setrik individual atau kelompok seminar untuk merangsang pertumbuhan diri. Berani dan bisa memperlihatkan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan. Siap bekerja setrik tanpa diatur, alasannya sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, alasannya sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya. Setrik rutin melaksanakan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri. Memiliki tenggang rasa yang kuat. Mampu berkomunikasi setrik efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat. Menunjung tinggi adat kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja. Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung. Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui atrik lembaga-lembaga sosial dengan aneka macam ragam perspektif. Dari sisi pandang lain, sanggup dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi sanggup disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bab integral dari kehidupannya. Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para andal mengenai sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik profesi ibarat berikut ini: Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud ialah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi ialah sebuah kekhususan penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi “guru”, akan tetapi guru yang bergotong-royong mempunyai spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran. Memiliki pengetahuan simpel yang sanggup dipakai eksklusif oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang terang dan teruji. Makin seorang andal seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik biasa. Memiliki teknik kerja yang sanggup dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus bisa berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya sanggup dipahami oleh penerima didik. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja setrik berdikari atau selforganization. Istilah berdikari di sini berarti kewenangan akademiknya menempel pada dirinya. Pekerjaan yang beliau lakukan sanggup dikelola sendiri, tanpa pertolongan orang lain, meski tidak berarti menafikan pertolongan atau mereduksi semangat kolegialitas. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memperlihatkan layanan kepada anak didiknya pada dikala pertolongan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah, bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memperlihatkan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan dikala beliau sedang istirahat sekalipun. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja. Memiliki hukuman dan tanggungjawab komunita. Manakala terjadi “malpraktik”, seorang guru harus siap mendapatkan hukuman pidana, hukuman dari masyarakat, atau hukuman dari atasannya. Ketika bekerja, guru harus mempunyai tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika tanggungjawab ini bermetamorfosis dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini ialah standar gaji. Di dunia kedokteran, sistem upah sanggup pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus dibayar oleh orang-orang yang mendapatkan jasa layanan darinya. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda dengan simbol-simbol untuk profesi lain. Dengan memahami ciri Guru profesional dan karakteristik-karakteristik sebuah profesi ternyata masih sulit untuk kita berani menyatakan bahwa saya ialah guru profesional. Karena kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus. Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin bisa mengajak kita untuk ikut berubah; Tweet 0 Response to "Menjadikan Profesi Guru Sebagai Panggilan Jiwa" ← Newer Post Older Post → Home Subscribe to: Post Comments (Atom) Total Pageviews
0 Response to "Menjadikan Profesi Guru Sebagai Panggilan Jiwa"