Hasil ujian nasional (UN) tahun pelajaran 2014/2015 telah diumumkan hari jumat kemarin tanggal 15 Mei 2015. Sekolah-sekolah juga telah mengumumkan kelulusan penerima didik dari sekolah melalui orang bau tanah penerima didik. Dapat kita pastikan setrik umum tingkat kelulusan penerima didik dari satuan pendidikan mendekati 100% atau bahkan hingga 100%.
Tingkat kelulusan hingga 100% kini ini yakni hal yang wajar, sebab kelulusan penerima didik ditentukan oleh sekolah melalui rapat dewan guru. Sampai kini saya belum ada menemui guru yang bisa atau berani menyatakan anak tidak lulus dari sekolah hanya sebab nilai rendah atau kelakuan yang tidak baik di sekolah.
Masalah meluluskan atau tidak menurut kemampuan akademik atau tingkah laku, di lapangan berbanding terbalik dari apa yang diharapkan. Karena bila ada anak yang kemampuan akademik rendah atau sifat yang bandel justru paling baik diluluskan segera. Dari pada anak itu tidak lulus kemudian harus kembali mengulang sekolah maka itu akan menambah dilema sekolah, jadi lebih baik diluluskan saja.
Sebagai catatan, teman saya yang juga seorang guru pernah ketemu siswa Sekolah Menengan Atas yang belum lancar membaca dan menulis apalagi berhitung. Yang menjadi pertanyaan bagaimana trik anak itu lulus dari SD ke SMP, Sekolah Menengah Pertama ke Sekolah Menengan Atas atau bagaimana anak itu setiap tahun bisa naik kelas.
Makara tingkat kelulusan 100% itu biasa saja, sehingga besok tidak baik sekolah-sekolah dengan gembira mengumumkan bahwa siswa mereka lulus 100% ibarat tahun-tahun sebelumnya yang masih banyak sekolah dengan gembira mengumumkan bahwa siswa mereka lulus 100%.
Lulus 100% bukan sebuah prestasi sekolah, prestasi pemerintah kabupaten atau pemerintah pusat, lulus 100% itu yakni 'prestasi siswa' yang tidak berguru tapi bisa lulus"
Sekarang coba kita lihat 'prestasi siswa' lain dari pelaksanaan Ujian Nasional kemarin, pada website [ /search?q=kata-kata-inspiratif-anies-baswedan" target="_blank" title="Rerata Nilai UN Naik dan Lulus 100%, Apakah Sebuah Prestasi?">Anies Baswedan mengatakan, rerata nilai UN tahun ini naik sebesar 0,29 poin, dari 61,00 pada tahun lalu, menjadi 61,29 pada tahun ini.
Ujian Nasional tingkat SMA/sederajat tahun 2015 diikuti 19.215 sekolah dengan jumlah penerima mencapai 1.661.832 orang. Dari 758.055 penerima UN kegiatan studi IPA, 3,12% mempunyai rerata nilai lebih dari 85. Sedangkan untuk kegiatan studi IPS, dari 852.870 peserta, hanya 0,24% yang memperoleh nilai di atas 85.
Dalam jumpa pers mengenai hasil UN 2015, Mendikbud juga data rerata nilai UN yang naik ini menepis anggapan bila UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan, maka motivasi berguru para penerima didik menjadi turun, juga sekaligus membatalkan kecurigaan itu. Kinerja belum dewasa tetap baik meskipun ini [UN] tidak dijadikan syarat kelulusan.
Bapak mendikbud juga menjelaskan, ada yang menarik pada hasil UN SMA. Dari tujuh mata pelajaran yang diujikan dalam UN SMA, mata pelajaran yang mengalami kenaikan nilai setrik signifikan yakni Bahasa Indonesia. Untuk jurusan IPA, rerata nilai Bahasa Indonesia naik 3,66. Sedangkan untuk jurusan IPS, rerata nilai Bahasa Indonesia naik 3,16.
Naiknya nilai rerata nilai Ujian Nasional ini dan penerima didik yang lulus 100% dari satuan pendidikan apakah ini sudah menjadi citra 'prestasi siswa'. Dimana naiknya nilai rerata UN ini masih lebih banyak didukung dari pelaksanaan UN yang tidak jujur.
Ada baiknya nilai rerata UN yang naik ini dari tahun sebelumnya sebagai citra bahwa UN 2015 masih gagal dalam melakukan UN yang jujur, belum sebuah prestasi atau sebuah kebanggaan.
Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin bisa mengajak kita untuk ikut berubah;
Tingkat kelulusan hingga 100% kini ini yakni hal yang wajar, sebab kelulusan penerima didik ditentukan oleh sekolah melalui rapat dewan guru. Sampai kini saya belum ada menemui guru yang bisa atau berani menyatakan anak tidak lulus dari sekolah hanya sebab nilai rendah atau kelakuan yang tidak baik di sekolah.
Masalah meluluskan atau tidak menurut kemampuan akademik atau tingkah laku, di lapangan berbanding terbalik dari apa yang diharapkan. Karena bila ada anak yang kemampuan akademik rendah atau sifat yang bandel justru paling baik diluluskan segera. Dari pada anak itu tidak lulus kemudian harus kembali mengulang sekolah maka itu akan menambah dilema sekolah, jadi lebih baik diluluskan saja.
Sebagai catatan, teman saya yang juga seorang guru pernah ketemu siswa Sekolah Menengan Atas yang belum lancar membaca dan menulis apalagi berhitung. Yang menjadi pertanyaan bagaimana trik anak itu lulus dari SD ke SMP, Sekolah Menengah Pertama ke Sekolah Menengan Atas atau bagaimana anak itu setiap tahun bisa naik kelas.
Makara tingkat kelulusan 100% itu biasa saja, sehingga besok tidak baik sekolah-sekolah dengan gembira mengumumkan bahwa siswa mereka lulus 100% ibarat tahun-tahun sebelumnya yang masih banyak sekolah dengan gembira mengumumkan bahwa siswa mereka lulus 100%.
Lulus 100% bukan sebuah prestasi sekolah, prestasi pemerintah kabupaten atau pemerintah pusat, lulus 100% itu yakni 'prestasi siswa' yang tidak berguru tapi bisa lulus"
Sekarang coba kita lihat 'prestasi siswa' lain dari pelaksanaan Ujian Nasional kemarin, pada website [ /search?q=kata-kata-inspiratif-anies-baswedan" target="_blank" title="Rerata Nilai UN Naik dan Lulus 100%, Apakah Sebuah Prestasi?">Anies Baswedan mengatakan, rerata nilai UN tahun ini naik sebesar 0,29 poin, dari 61,00 pada tahun lalu, menjadi 61,29 pada tahun ini.
Ujian Nasional tingkat SMA/sederajat tahun 2015 diikuti 19.215 sekolah dengan jumlah penerima mencapai 1.661.832 orang. Dari 758.055 penerima UN kegiatan studi IPA, 3,12% mempunyai rerata nilai lebih dari 85. Sedangkan untuk kegiatan studi IPS, dari 852.870 peserta, hanya 0,24% yang memperoleh nilai di atas 85.
Dalam jumpa pers mengenai hasil UN 2015, Mendikbud juga data rerata nilai UN yang naik ini menepis anggapan bila UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan, maka motivasi berguru para penerima didik menjadi turun, juga sekaligus membatalkan kecurigaan itu. Kinerja belum dewasa tetap baik meskipun ini [UN] tidak dijadikan syarat kelulusan.
Bapak mendikbud juga menjelaskan, ada yang menarik pada hasil UN SMA. Dari tujuh mata pelajaran yang diujikan dalam UN SMA, mata pelajaran yang mengalami kenaikan nilai setrik signifikan yakni Bahasa Indonesia. Untuk jurusan IPA, rerata nilai Bahasa Indonesia naik 3,66. Sedangkan untuk jurusan IPS, rerata nilai Bahasa Indonesia naik 3,16.
Naiknya nilai rerata nilai Ujian Nasional ini dan penerima didik yang lulus 100% dari satuan pendidikan apakah ini sudah menjadi citra 'prestasi siswa'. Dimana naiknya nilai rerata UN ini masih lebih banyak didukung dari pelaksanaan UN yang tidak jujur.
Ada baiknya nilai rerata UN yang naik ini dari tahun sebelumnya sebagai citra bahwa UN 2015 masih gagal dalam melakukan UN yang jujur, belum sebuah prestasi atau sebuah kebanggaan.
Mari kita dukung Revolusi Mental, untuk perubahan yang lebih baik. Video ilustrasi berikut mungkin bisa mengajak kita untuk ikut berubah;
0 Response to "Rerata Nilai Un Naik Dan Lulus 100%, Apakah Sebuah Prestasi?"