Latest News

Menentukan Unsur Intrinsik Karya Sastra (Tokoh, Latar, Watak Tokoh): Materi, Soal Dan Kunci Balasan Persiapan Usbn Sd


MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK KARYA SASTRA (TOKOH, LATAR, WATAK TOKOH) 
A.  Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik (intrinsik) ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang mengakibatkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang yang secara faktual akan dijumpai bila orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud contohnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain (Burhan Nurgiantoro, 2007). 
Pembahasan terhadap unsur-unsur intrinsik pembangun dongeng pendek/novel diuraikan sebagai berikut.
1.      Tema
Tema merupakan makna yang dikandung oleh sebuah dongeng Senada dengan pengertian tersebut, Hartoko dan Rahmanto (dalam Burhan Nurgiyantoro  (2007) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi pengembangan seluruh dongeng sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Senada dengan pengertian tersebut, Tarigan (1983) menyatakan bahwa tema ialah gagasan utama atau pikiran pokok. 
Tema suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Pengarang karya sastra tidak semata-mata menyampaikan apa yang menjadi inti permasalahan hasil karyanya walaupun adakala ada atau terdapat kata-kata, kalimat kunci dalam salah satu cuilan karya sastra, dari kalimat kunci pengarang seperti merumuskan apa yang bekerjsama menjadi pokok permasalahan. 
Ada beberapa cara untuk menafsirkan tema berdasarkan Stanton dalam Nurgiayantoro (2007) yakni (1) harus memperhatikan detil yang menonjol dalam dongeng rekaan, (2) tidak terpengaruh oleh detil dongeng yang kontradiktif, (3) tidak sepenuhnya tergantung oleh bukti-bukti implisit, tetapi harus yang eksplisit, (4) tema itu dianjurkan secara terang oleh dongeng yang bersangkutan.

2.    Penokohan
Penokohan merupakan salah satu unsur dalam dongeng yang menggambarkan keadaan lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Setiap insan mempunyai abjad yang berbeda-beda. Karena cerpen/novel intinya ialah menceritakan insan dalam bekerjasama dengan dengan lingkungannya, maka setiap tokoh dalam dongeng akan mempunyai watak yang berbeda-beda antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Melalui abjad tokoh dongeng pembaca mengikuti jalannya cerita, sehingga maksud dongeng akan menjadi lebih jelas.
Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan abjad dan perwatakan. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.
Senada dengan pendapat di atas Panuti Sudjiman (1988: 16-23) beropini tokoh ialah individu yang mengalami insiden atau berlakuan dalam banyak sekali insiden dalam cerita. Watak berarti tabiat, sifat kepribadian. Sedangkan penokohan ialah penyajian watak tokoh dan penciptaan gambaran tokoh. 
Jadi yang dimaksud penokohan atau karakteristik ialah ciri-ciri jiwa seseorang tokoh dalam suatu cerita. Seluruh pengalaman yang dituturkan dalam dongeng kita ikuti berdasarkan tingkah laris dan pengalaman yang dipelajari melalui pelakunya. Melalui sikap ilmiah pembaca mengikuti jalannya seluruh dongeng dan berdasarkan karakter, situasi dongeng sanggup dikembangkan.

3.         Plot atau Alur
Plot atau alur ialah urutan insiden yang merupakan dasar terciptanya sebuah cerita. Alur bisa tampak apabila pengarang dalam menyusun dongeng antara tema pesan dan amanat saling berhubungan.
Cerita bergarak dari insiden yang lain, masing-masing peristiwa  itu disusun secara runtut, utuh dan saling berhubungan. Plot merupakan unsure fiksi yang penting, bahkan banyak orang menganggap sebagai unsur yang terpenting. Plot sanggup mempermudah dalam memahami suatu cerita. Tanpa adanya plot pembaca akan kesulitan dalam memahami suatu cerita.
Plot karya fiksi yang kompleks sulit dipahami kekerabatan alasannya ialah akhir antarperistiwanya, mengakibatkan ceritanya sulit dipahami. Dalam suatu dongeng biasanya dituliskan banyak sekali insiden dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itulah yang disebut alur atau plot. Adapun pengertiannya berdasarkan Panuti Sudjiman (1998: 30) ialah jalinan insiden dalam karya sastra untuk mencapai imbas tertentu, kemudian ia juga menawarkan batasan bahwa alur ialah rangkaian insiden yang dijalin dan direka secara seksama yang menggerakkan jalan dongeng melalui rumusan ke arah titik puncak dan penyelesaian. 
Penahapan plot sanggup diuraikan sebagai berikut.
Tahapan plot: Awal-tengah-akhir. Tahap awal sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap ini berisi informasi-informasi penting yang bekerjasama dengan banyak sekali hal yang akan dikisahkan berikutnya. Tahap tengah atau tahap pertikaian menampilkan konflik atau kontradiksi yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Adapun tahap tamat atau tahap peleraian menampilkan adagan tertentu akhir klimaks. Pada cuilan ini, dimunculkan tamat dari cerita. (b) Tahapan plot berdasarkan Richard Summers.Richard Summers membagi plot menjadi lima tahapan yaitu tahap situation (tahap penyituasian) yaitu tahap yang berisi pengenalan tokoh serta situasi yang ada dalam cerita, tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), tahap rising action (tahap peningkatan konflik), tahap climax (klimaks) yaitu titik intensitas puncak konflik yang dialami tokoh, tahap denouement (tahap penyelesaian). 
Dari uraian pendapat yang telah dikemukakan, sanggup dinyatakan bahwa plot mengandung indikator-indikator berikut: (a) plot ialah kerangka atau struktur dongeng yang merupakan jalin-menjalinnya dongeng dari awal hingga akhir, (b) dalam plot terdapat kekerabatan kausalitas (sebab akibat) dari peristiwa-peristiwa, baik dari tokoh, ruang, maupun waktu. Jalinan alasannya ialah akhir itu bersifat logis (masuk akal/dapat diterima nalar sehat/mungkin terjadi), (c) jalinan dongeng dalam plot bersahabat kaitannya dengan perjalanan dongeng tokoh-tokohnya, (d) konflik batin pelaku ialah sumber terjadinya plot dan berkaitan dengan tempat, dan waktu insiden cerita, dan (e) plot berkaitan dengan perkembangan konflik antara tokoh antagonis dengan tokoh protagonist.
4.         Latar (setting)
Latar atau biasa disebut dengan setting merujuk pada pengertian tempat¸ kekerabatan waktu, dan lingkungan sosial daerah terjadinya insiden dalam cerita. Latar menawarkan kesan realistis kepada pembaca. Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar daerah merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu bekerjasama dengan masalah kapan insiden terjadi dan latar sosial menyaran pada hal-hal yang bekerjasama dengan sikap kehidupan sosial masyarakat dalam cerita.
Latar ialah lingkungan fisik daerah acara berlangsung yang meliputi daerah dan dalam waktu serta kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam acara (Henry Guntur Tarigan, 1984: 187). Sesuai pendapat tersebut, Sudjiman (1988: 44) menyampaikan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana terjadinya insiden dalam karya sastra membangun latar cerita. Sedangkan berdasarkan Kenney (1966: 40) latar meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, hingga kepada perincian sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, ekspresi dominan terjadinya, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial dan emosional para tokoh.  
5.         Sudut Pandang  (point of view)
Sudut pandang atau point of view ialah cara dan atau pandang yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan banyak sekali insiden yang membentuk dongeng dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat beling mata tokoh dongeng (Burhan Nurgiantoro, 1995: 248).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pada hakikatnya pembagian jenis point of view mempunyai kesamaan yakni: (1) pengarang sebagai saya (gaya akuan), dalam hal ini ia sanggup bertindak sebagai omnicient (serba tahu) dan sanggup juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan), dalam hal ini ia sanggup bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan sanggup juga sanggup bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan, artinya pengarang memakai adonan dari gaya bercerita pertama dan kedua.
6.         Gaya
Gaya sanggup diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita atau gaya bahasa yang dipakai pengarang dalam karyanya. Keduanya saling berhubungan, yaitu gaya seorang pengarang dalam bercerita akan terlihat juga dalam bahasa yang digunakannya (Jabrohim, 1986: 528).
Gaya bahasa ialah ekspresi personal keseluruhan respon pengarang terhadap persitiwa-peristiwa melalui media bahasa seperti: jenis bahasa yang digunakan, kata-katanya, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan irama kalimat-kalimatnya.
Menurut Waluyo dan Nugraheni (2008) gaya pengarang satu dengan yang lainnya berbeda. Oleh lantaran itu, bahasa karya sastra bersifat ideocyncratic artinya sangat individual. Perbedaan gaya itu disebabkan lantaran perbedaan pemikiran dan kepribadian. Gaya bercerita juga berfungsi untuk membentuk kesatuan (unity) dari karya sastra.
Gaya ialah cara khas pengungkapan seseorang. Hal ini tercermin dalam cara pengarang menyusun dan menentukan kata-kata, tema, memandang tema, atau meninjau persoalan, pendeknya gaya mencerminkan pribadi pengarang. Hal ini sesuai dengan pendapat yakob Sumardjo (1984: 37) yang menyatakan bahwa hasil karya sastra ialah potret pengarangnya. Gaya pengarangnya ialah beling bening jiwanya. Pengarang yang religious akan tampak pada karya sastranya. Pengarang yang matang pengalaman akan menampakkan pandangannya yang matang perihal kehidupan ini. Dengan mempelajari gaya pengarang akan sanggup memahami pribadi pengarang daripada membaca biografi yang ditulis orang lain. 
Gaya pengarang termasuk di dalamnya pilihan kata, majas, sarana retorik, bentuk kalimat, bentuk paragraf, panjang pendeknya, serta setiap pemakaian aspek bahasa oleh pengarang. Namun, gaya bahasa (majas) sanggup diartikan penggunaan kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan suatu maksud guna membentuk plastik bahasa. Gaya bahasa sanggup dibagi menjadi bahasa perbandingan, penegas, pertentangan, dan pertautan/sindiran. Jadi, gaya bahasa itu merupakan cara seseorang untuk mengungkapkan suatu pengertian dalam kata, kelompok kata, dan kalimat.
7.         Amanat
Amanat ialah suatu anutan moral yang ingin disampaikan pengarang. Panuti Sujiman (1988: 51) menyatakan bahwa amanat ialah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Suharianto (1982: 71) amanat sanggup disampaikan secara tersurat dan tersirat. Tersurat, artinya pengarang memberikan eksklusif kepada pembaca melalui kalimat, baik itu berupa keterangan pengarang atau pun berbentuk obrolan pelaku. Seorang pengarang dalam karyanya tidak hanya sekedar ingin memgungkapkan gagasannya tetapi juga mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu itulah yang disebut amanat. 
Amanat dalam sebuah karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan perihal nilai-nilai kebenaran dan banyak sekali hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam dongeng biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang bekerjasama dengan hal tertentu yang bersifat praktis, yang sanggup diambil dan ditafsirkan lewat dongeng yang bersangkutan oleh pembaca. 
Berdasarkan uraian mengenai amanat di atas, terang bahwa amanat ialah pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca yang terdapat dalam karya fiksi baik secara tersurat maupun tersirat.

B.     Unsur Intrinsik Drama 
Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti ‘berbuat, berlaku, bertindak’. Kaprikornus drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. Arti pertama dari drama ialah kualitas komunikasi, situasi, action (segala yang terlihat di pentas) yang menjadikan perhatian, kehebatan (acting), dan ketegangan pada para pendengar. 
Menurut  Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten, drama ialah suatu bentuk gambaran seni yang tiba dari nyanyian dan tarian watak Yunani kuno, yang di dalamnya dengan terang terorganisasi obrolan dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung.
Dalam perkembangan selanjutnya yang dimaksud drama ialah bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan insan melalui gerak percakapan di atas panggung ataupun suatu karangan yang disusun dalam bentuk percakapan dan sanggup yang dipentaskan. 
Unsur-unsur intrinsik drama ialah banyak sekali unsur yang secara eksklusif terdapat dalam karya sastra yang berwujud teks drama, seperti: plot, tokoh, karakter, latar, tema, dan amanat, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog.

1.      Tema
Tema merupakan dasar atau inti cerita. Suatu dongeng harus mempunyai tema atau dasar, dan dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita. Cerita yang tidak mempunyai dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak berkhasiat (Lubis, 1981: 15). Tema sebagai central idea and sentral purpose merupakan wangsit dan tujuan sentral (Stanton, 1965: 16). Tema sanggup timbul dari keseluruhan cerita, sehingga pemahaman antara seorang penikmat dengan penikmat lain tidak sama (Jones, 12968: 31). Ada pula yang beropini bahwa tema merupakan arti dan tujuan dongeng (Kenny, 1966: 88). 
Menurut Nurgiyantoro (1995: 70), tema sanggup dipandang sebagai gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan untuk menyebarkan cerita. Dengan kata lain dongeng harus mengikuti gagasan utama dari suatu karya sastra.
Pendapat di atas sanggup menggambarkan simpulan bahwa: (1) tema merupakan dasar suatu dongeng rekaan; (2) tema harus ada sebelum pengarang mulai dengan ceritanya; (3) tema dalam dongeng atau novel tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi tersirat di dalam seluruh cerita; dan (4) dalam satu dongeng atau novel terdapat tema lebih banyak didominasi atau tema sentral dan tema-tema kecil lainnya. 

2.    Plot 
Plot ialah rangkaian dongeng yang dibuat dalam tahapan-tahapan insiden sehingga menjalin suatu dongeng yang utuh. Plot disusun tidak lepas dari tema. Jalan dongeng yang disusun atau dijalin dilarang meloncat ke lain tema. Tiap-tiap insiden akan bekerjasama sehingga seluruh dongeng merupakan suatu kesatuan yang tidak sanggup dipisahkan.
Lubis (1981: 18) memberikan cara memulai dan menyusun dongeng yang disampaikan oleh Tasrif yang dibagi menjadi lima tahapan, yakni penggambaran situasi awal (exposition), insiden mulai bergerak menuju krisis diwarnai dengan konflik-konflik (complication), keadaan mulai memuncak (rising action), keadaan mencapai puncak penggawatan (klimaks), kemudian pengarang menawarkan pemecahan atau jalan keluar permasalahan sehingga dongeng berakhir (denouement). Cara memulai dan menyusun dongeng menyerupai di atas dinamakan plot atau dramatic conflict.

3.    Penokohan dan perwatakan
Esten (dalam Kelan, 2005: 14) menyatakan bahwa penokohan ialah permasalahan bagaimana cara menampilkan tokoh: bagaimana membangun dan menyebarkan watak tokoh-tokoh tersebut dalam sebuah karya fiksi? Kaprikornus antara pengertian tokoh dan penokohan mempunyai makna yang berbeda. Tokoh berbentuk suatu individu, sedangkan penokohan ialah proses menampilkan individu tersebut dalam cerita.
Dalam proses penciptaan pemeranan, sang bintang film atau aktris harus memunyai daya cipta yang tinggi untuk mencoba semaksimal mungkin menjadi tokoh yang diperankan. Ia harus sanggup menjiwai tugas yang dipegangnya, sehingga ia (seperti) benar-benar merupakan sang tokoh dengan apa adanya dalam pementasan lakon tersebut. Pada penampilan imajinasinya, tokoh juga dibantu oleh laku, pakaian yang dikenakan, dan rias. Semua unsur tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan harus saling mendukung, sehingga bisa mewujudkan abjad dari tokoh menyerupai yang dikehendaki dalam lakon yang bersangkutan.
Untuk menggambarkan abjad seorang tokoh, pengarang sanggup memakai teknik sebagai berikut. (1) Teknik analitik: abjad tokoh diceritakan secara eksklusif oleh pengarang; (2) Teknik dramatik, yaitu teknik abjad tokoh dikemukakan melalui: (a) penggambaran fisik dan sikap tokoh; (b) penggambaran lingkungan kehidupan tokoh; (c) penggambatran ketatabahasaan tokoh; (d) pengungkapan jalan pikiran tokoh; dan (e) penggambaran oleh tokoh lain. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Waluyo (2009: 30) yang menuliskan bahwa penggambaran watak tokoh mempertimbangkan tiga dimensi watak, yaitu dimensi psikis (kejiwaan), dimensi fisik (jasmaniah), dimensi sosiologis (latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan)

4.      Amanat
Amanat merupakan unsur dongeng yang bekerjasama bersahabat dengan tema. Amanat akan berarti apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan tepat apabila di dalamnya ada amanat sebagai pemecah jalan keluar bagi tema tersebut. Sudjiman (dalam Alwi, 1998: 08) manyatakan bahwa amanat ialah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit atau eksplisit. Amanat dinyatakan secara implisit bila jalan keluar atau anutan moral itu disiratkan dalam tingkah laris menjelang dongeng berakhir. Sementara itu, amanat dilukiskan secara eksplisit apabila pengarang pada tengah atau tamat dongeng memberikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya.  
Pengertian amanat yang telah dikemukakan di atas sanggup disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang, baik secara implisit atau eksplisit kepada pembaca. Di dalam drama, ada amanat yang eksklusif tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat dalam naskah drama yang bersangkutan. Hanya penonton yang profesional yang bisa menemukan amanat implisit tersebut. 
Sumber
Wibowo, Hari. dkk. 2017. Teori dan Genre Sastra Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bahasa

 Contoh soal dan kunci jawaban
Bacalah kutipan teks drama berikut untuk menjawab soal nomor 1 - 3!

Berani Jujur 
Candra: "Andaikata keadaan rumahku tidak menyerupai ini, tentu saya tidak akan menerima masalah."
Rusdi : "Ada apa Can? Katakanlah, mungkin saya sanggup membantumu! Ayolah, bicara saja!"
Candra : "Begini Rus! Aku belum membayar buku lantaran orang tuaku belum mempunyai uang untuk melunasi. Padahal, saya sudah berjanji hari ini akan melunasi."
Rusdi : "Begini ... kita harus berani! Nanti kita berdua menghadap kepala sekolah sehabis pelajaran selesai, kemudian kita menyampaikan sejujurnya perihal keadaanmu. Bagaimana?"
Candra : "Ya itu wangsit baik sekali. Terima kasih, Rus."

1. Sifat tokoh Rusdi dalam teks drama tersebut ialah ....
A. penyayang
B. lembut
C. tegas
D. penolong

2. Latar daerah pada teks drama tersebut ialah ....

A. di rumah
B. di kelas
C. di lapangan
D. di jalan

3. Tokoh utama dalam drama di atas ialah ....
A. Candra
B. Rusdi
C. orang tua
D. Kepala Sekolah
Bacalah kutipan teks drama berikut untuk menjawab soal nomor 4 - 5!
Suatu hari di sebuah lembah, Monyet bertemu dengan Burung Pipit yang sedang mencari biji- ijian. “Hai Burung Pipit, kamu sedang mencari biji-bijian lagi, ya? Pantas saja kamu tidak bertambah besar, yang kamu makan bijinya, bukan buahnya“, ejek Monyet. Burung Pipit hanya membisu dan terus mengumpulkan biji-biji apel yang dibuang oleh Monyet.
Suatu hari, hujan turun dengan deras selama berhari-hari. Lembah itu pun tertutup oleh air. Semua binatang mengungsi ke daerah yang lebih tinggi di atas bukit. Mereka kedinginan dan kelaparan. Ketika hujan berhenti, mereka turun kembali ke lembah untuk mencari makanan. Tetapi, semua pohon telah tumbang tersapu air hujan. Tidak ada lagi buah-buahan untuk dimakan. Saat berjalan menyusuri lembah untuk mencari makan, Monyet bertemu lagi dengan Burung Pipit.
Burung Pipit iba dengan kondisi Monyet. Burung Pipit mengajak Monyet ke atas bukit. Betapa terkejutnya Monyet, melihat bukit yang penuh buah-buahan. Ternyata, Burung Pipitlah yang menanam pohon buah-buahan itu. Itulah sebabnya kenapa Burung Pipit selalu mengumpulkan biji buah-buahan yang dibuang.
4. Sifat tokoh Burung Pipit dalam dongeng tersebut ialah . . . .


A. rajin tetapi sombong
B. rajin dan suka menolong
C. baik hati dan pemalu 
D. suka menolong dan disiplin

5. Latar daerah dalam dongeng tersebut ialah . . . .

A. pegunungan 
B. pedesaan
C. perkotaan 
D. pantai

BAHAN PERSIAPAN USBN SD/MI TAHUN 2018: KISI-KISI SOAL, RINGKASAN MATERI, SOAL DAN KUNCI JAWABAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

A.    Ruang Lingkup Materi Membaca Nonsastra

  1. menentukan makna kata/istilah pada teks 

  1. menentukan antonim/sinonim

  1. menggali informasi tersurat teks

  1. menentukan unsur teks (kalimat utama/penjelas)

  1. menentukan wangsit pokok teks

  1. menggali informasi tersirat teks

  1. menentukan pernyataan sesuai isi teks

  1. mengidentifikasi jenis teks

  1. memprediksi insiden berdasarkan isi teks

  1. membandingkan isi teks

  1. melengkapi tabel dengan pokok-pokok pikiran berdasarkan isi teks

B. RUANG LINGKUP MATERI MEMBACA SASTRA

  1. Menentukan informasi tersurat pada karya sastra
a. Menentukan informasi tersurat pada karya sastra puisi 
b. Menentukan informasi tersurat pada karya sastra prosa
c. Menentukan informasi tersurat pada karya sastra drama
  1. Menentukan unsur intrinsik karya sastra (tokoh, latar, watak tokoh)
  1. Menentukan makna kata/simbol/kias
  1. Menggali informasi tersirat dalam karya sastra (menyimpulkan/ memaknai cuilan teks )
  1. Menentukan unsur intrinsik karya sastra (konflik, amanat, tema)
  1. Memprediksi insiden berdasarkan isi cerita
  1. Menentukan nilai-nilai cerita
  1. Menentukan keteladanan tokoh cerita

C. RUANG LINGKUP MATERI MENULIS TERBATAS
  1. Melengkapi kalimat/teks dengan istilah/kata/ungkapan/peribahasa 
  1. Menyusun banyak sekali petunjuk (menggunakan/membuat sesuatu)
  1. Menyusun banyak sekali teks (deskripsi, narasi)
  1. Melengkapi banyak sekali jenis teks (laporan, iklan, pidato)
  1. Melengkapi kalimat/teks dengan kata bentukan
  1. Memperbaiki penulisan/penggunaan istilah/kata
26.   Memperbaiki tata kalimat dalam paragraf

D. RUANG LINGKUP MATERI MENYUNTING KATA/ISTILAH, FRASE, KALIMAT, PARAGRAF, EJAAN, DAN TANDA BACA

  1. menunjukkan kesalahan penggunaan ejaan
28.  menunjukkan kesalahan penggunaan tanda baca
29.menggunakan ejaan 
30.menggunaan tanda baca
31.memperbaiki kesalahan penggunaan ejaan
32.memperbaiki kesalahan penggunaan tanda baca

BEDAH KISI-KISI USBN SD TAHUN 2018 BAHASA INDONESIA KLIK /search?q=menentukan-makna-kataistilah-pada-teks

0 Response to "Menentukan Unsur Intrinsik Karya Sastra (Tokoh, Latar, Watak Tokoh): Materi, Soal Dan Kunci Balasan Persiapan Usbn Sd"

Total Pageviews